Aku Ingin Sesemerbak Utrujah

            Hasil gambar untuk ‫اترجة‬‎


Suaranya merdu, tapi pahit diteguk hati. Bacaannya merdu, tapi hanya tertahan di telinga. Sepulang dari mendengarkan bacaan Al Qur’annya, hati tidak ada yang berubah. Begitulah gumaman hati yang sebetulnya hati bisa merasakan bacaannya, hati bahkan bisa mengecap rasa bacaan Al Qur’an seseorang. Hati yang bersih tentunya. “Bacaan imam sholat tadi terasa kering, walaupun merdu”. “Saya tidak meneguk kesegaran bacaan Al Qur’an darinya.”, dan lain sebagainya.  

Sebagai catatan, perkataan-perkataan itu hanya bergaung dalam hati. Tidak sampai ke telinga orang lain, karena bisa terjerumus dalam ghibah.

            Di kesempatan lain, bacaan dia biasa. Tetapi tajwidnya bagus. Membekas di hati. Tidak bosan mendengarnya. “Dia tidak semerdu bacaan fulan, tapi hati betah mendengarkannya”. “Saya merasakan penghayatannya, sampai matapun ikut berkaca-kaca. Apa ya penyebabnya?


            Telah sampai kepada kita permisalan yang agung dari kekasih kita Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam:

            مَثَلُ المُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ، وَمَثَلُ المُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ الحَنْظَلَةِ رِيحُهَا مُرٌّ وَطَعْمُهَا مُرٌّ»: «هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ»[1]

 “Permisalan seorang mukmin yang membaca Al Qur’an adalah seperti buah utrujah (jeruk sukade), aromanya sedap dan rasanya pun enak. Permisalan seorang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma, tidak punya aroma namun rasanya manis. Permisalan orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah seperti buah Rihanah, aromanya sedap tapi rasanya pahit. Permisalan seorang munafik yang tidak membaca Al Qur’an adalah seperti buah Hanzholah, baunya busuk dan rasanya pun pahit”. [HR. Al Bukhari, No: 5427]

Ternyata hati hanya tersentu oleh semerbak wanginya seorang mukmin, sekualitas imannya membaca Al Qur’an. Iman yang kuat selalu membuat amal shalihnya berbekas pada orang lain. Tilawah Al Qur’annya amatlah sedap dikonsumsi jiwa. Jiwa dikenyangkan dengan makanan yang bergizi, dari lantunan tilawah yang merdu pancaran dari hati yang merdu karena iman.

مثل المؤمن الذي يقرأ القرآن) أي صفته العجيبة ذات الشأن من حيث طيب قلبه لثبات الإيمان واستراحته بقراءة القرآن واستراحة الناس بصوته وثوابهم بالاستماع إليه والتعلم منه،

Hadith; “permisalan orang mukmin yang membaca Al Qur’an”, menggambarkan sifat mukmin yang menakjubkan, memiliki situasi hati yang baik karena teguhnya iman serta ketenangannya saat membaca Al Qur’an, sehingga manusia merasa tenteram dengan bacaannya, sehingga mereka pun mendapat pahala karena mendengar ataupun belajar darinya”           

(مثل الأترجة ريحها طيب وطعمها طيب) فيستلذ الناس بطعمها ويستريحون بريحها،
“Hadith: “Seperti buah utrujah yang wangi baunya, lezat rasanya”, manusia mengecap kelezatannya dan menjadi rileks karena menghirup semerbak wanginya.[2]

            Kebalikan dari orang mukmin, orang munafik adalah manusia yang gemar menampakkan keimanan, tapi menyembunyikan kekufurannya. –semoga Allah jauhkan kira dari sifat itu- Bacaan yang terlantun adalah bacaan semu. Pahit rasanya. Orang munafik akan menebarkan bekas amalan yang tidak baik bagi jiwa manusia.

Jiwa itu penting. Harus lebih sungguh-sungguh dibersihkan, dirawat dan dijaga. Maka dari itu hendaknya ia menjaga dirinya dari sifat-sifat kemunafikan. Menjaganya dari pencemaran dan polusi hati seperti riya’, sum’ah dan takabbur. Suatu hari seorang murid bertanya kepada gurunya, “Wahai tuan guru, mengapa saya tidak bisa lama-lama membaca Al Qur’an?”. “Maksudmu?” tanya sang guru. “Saya ingin sekali betah membaca Al Qur’an, tapi sulit. Ada apa gerangan kiranya wahai tuan guru?”. Sang guru mengerti, lalu dengan jujur dan tulus guru itu menjawab, “Anakku, jika luka itu diobati, tentu rasanya sakit bukan?”. Sang murid menganggukkan kepalanya. “Begitulah hati yang luka. Jika ia diobati maka perih rasanya. Itulah yang membuat kita tidak betah membaca Al Qur’an. Ada banyak dosa yang sudah melukai hati kita. Ketahuilah bahwa Al Qur’an adalah obatnya. Nanti lama kelamaan hati itu akan sembuh. Teruslah membaca, dan mohon pertolongan kepada Allah”.

            Tak terasa sebentar lagi Romadhon ya… Mulai saat ini dan semoga Allah ta’ala menyempatkan kita bertemu Ramadhan nanti, adalah kesempatan emas untuk meningkatkan frekuensi interaksi kita dengan Al Qur’an. Obatilah hati-hati yang sempat luka, sempat berpenyakit. Namun setelah sembuh bukan berarti Al Qur’an kemudian ditinggalkan. Sungguh hati yang bersih itu tidak pernah kenyang dengan membaca Al Qur’an.


قال عثمان بن عفان رضي الله عنه : " لو طهرت قلوبنا لما شبعت من كلام الله "
Sahabat ‘Utsaman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika hati-hati kita bersih maka dia tidak akan kenyang dari Al Qur’an”.


Syaikh Ibnul Qoyyim menjelaskan hal ini,
، فالقلب الطاهر لكمال حياته ونوره وتخلصه من الأدران والخبائث لا يشبع من القرآن، ولا يتغذى إلا بحقائقه، ولا يتداوى إلا بأدويته بخلاف القلب الذي لم يطهره الله تعالى فإنه يتغذى من الأغذية التي تناسبه بحسب ما فيه من النجاسة، فإن القلب النجس كالبدن العليل المريض لا تلائمه الأغذية التي تلائم الصحيح . " إغاثة اللهفان  " (1/55)

“Hati yang suci karena kesempurnaan hidupnya, cahaya iman yang benderang, bebasnya dari kotoran dan najis, tidak akan kenyang dari Al Qur’an. Hati yang bersih tidaklah merasa kenyang kecuali dengan Al Qur’an, tidak pula berobat kecuali dengan Al Qur’an. Sebaliknya, hati yang tidak suci, maka hatinya akan mengkonsumsi makanan-makanan yang sesuai dengan hatinya yang penuh dengan najis. Hati yang bernajis sama seperti badan yang sakit, tidak ada makanan yang memuaskan seleranya, tidak sebagaimana makanan orang yang sehat.” (Ighastatul Lahfan, 1/55)


            Memang tidak mudah, karena hati ibarat air yang mendidih. Cepat sekali berbolak-balik. Maka di antaranya ada do’a dari Rasullullah shallallahu’alayhi wasallam yang menjadi bekal kita untuk diamalkan, agar hati senantiasa terpaut dengan Al Qur’an, bersemi di dalam hati, menjadi taman yang selalu dirindu untuk diwisatai,

ما قال عبدٌ قطُّ إذا أصابه هَمٌّ وحَزَنٌ اللهمَّ إني عبدُك وابنُ عبدِك وابنُ أَمَتِك ناصيتي بيدِك ماضٍ فيَّ حكمُك عَدْلٌ فيَّ قضاؤُك أسألُك بكلِّ اسمٍ هو لك سميتَ به نفسَك أو أنزلتَه في كتابِك أو علَّمتَه أحدًا مِنْ خلقِك أو استأثرتَ به في علمِ الغيبِ عندَك أنْ تجعلَ القرآنَ ربيعَ قلبي ونورَ صدري وجلاءَ حُزْني وذَهابَ هَمِّي إلا أذهب اللهُ عز وجل هَمَّه وأبدله مكانَ حُزْنِه فَرَحًا قالوا : يا رسولَ اللهِ ينبغي لنا أنْ نتعلَّمَ هؤلاء الكلماتِ قال : أجلْ ينبغي لمن سمعهنَّ أنْ يتعلَّمَهن‘Ya

Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku ada di TanganMu, hukumMu berlaku atasku, TakdirMu adil bagiku. Aku memohon kepadaMu dengan setiap Nama yang Engkau miliki, yang dengannya Engkau namakan diriMu sendiri, atau yang engkau turunkan (nama itu) di dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan (nama itu) kepada seorang dari makhlukMu, atau yang hanya Engkau ketahui sendiri; kiranya Engkau jadikan al-Qur’an sebagai musim semi hatiku, cahaya di dadaku, pelipur laraku, serta pengusir kecemasan dan keresahanku’

niscaya Allah akan menghilangkan kecemasan dan kesedihannya, kemudian Dia akan menggantikan semua itu dengan kegembiraan”. Kemudian para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkan kami mempelajari (menghafal) kalimat-kalimat tersebut?”. Beliau menjawab, “Ya, hendaknya siapa saja yang mendengarnya mempelajarinya” [Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, Abu Ya'la, al-Hakim, dan yang lainnya, dengan sanad yang shahih]
hadaanallahu waiyyakum ajma’in…

Ma’had ‘Ali Al Aimmah, 2 Sya’ban 1435 H, Kota Malang
Achmad Tito Rusady, ghofarollahu lahu...



[1]  الجامع المسند الصحيح المختصر من أمور رسول الله صلى الله عليه وسلم وسننه وأيامه = صحيح البخاري 5427، محمد بن إسماعيل أبو عبدالله البخاري الجعفي الأولى، 1422ه
[2]  كلية الدعوة وأصول الدين » قسم الكتاب والسنة » أعضاء هيئة التدريس » نادية حسن عثمان العمري » شرح حديث (مثل المؤمن الذي يقرأ القرآن كمثل الأترجة  جامعة أم القرى.

Komentar