Kisah: Siapa yang Menjaga Allah, Allah akan Menjaganya

Menjaga diri dari Najis

Dahulu ada seorang raja yang zhalim yang bernama Ibnu Thulun, setiap kali ada seseorang yang menyerunya kepada yang makruf dan mencegah kemunkaran pasti akan dipenggal kepalanya.



Sekitar 18.000 manusia bersabar atas keadaan itu, sebuah kesabaran yang lebih mengerikan dari pada mati terbunuh di tangannya. Karena mereka berarti memilih menahan lapar sampai ajal menutup usia mereka.


Suatu hari datanglah Al Imam Ibni Abil Hasan Az Zahid, dia berkata kepada sang raja, “Wahai Ibnu Thulun! Sesungguhnya engkau telah berbuat zhalim”. Ibnu Thulun pun marah atas seruannya itu, dan terang saja ia segera memenjarakannya. Tidak hanya itu, Abul Hasan pun divonis hukuman mati, dengan cara dijadikan sebagai makanan tiga ekor singa yang dibiarkan lapar selama tiga hari.

Di hari yang ketiga, orang-orang berkumpul ingin menyakiskan eksekusi mati Abul Hasan. Abul Hasan dikeluarkan dari penjara dan letakkan di kandang singa-singa yang kelaparan itu. Singa-singa itu pun mulai mengaum, sementara orang-orang melihat dengan tegang. Abul Hasan Az Zahid hanya duduk bersandar, seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Saat singa-singa itu mendekati Abul Hasan, orang-orang melihat keanehan. Singa-singa itu tampak berjalan maju dan mundur di sekitar Abul Hasan. Kepala singa itu menunduk di hadapan Abul Hasan, ada pula yang mengendusnya lalu pergi menjauhi Abul Hasan. Orang-orang pun memekikkan takbir melihat keajaiban ini.

Ibnu Thulun berkata, “Panggil orang itu kemari!”. Abul Hasan pun datang. “Mengapa hal itu bisa terjadi? Apa yang kamu pikirkan, sedangkan para singa itu sudah siap memakanmu?!”. Abul Hasan menjawab, “Sesungguhnya ketika singa-singa itu mulai mengigit bajuku serta mengendusku, aku hanya berpikir apakah air liur singa ini najis ataukah suci?”. Ibnu Thulun bertanya, “Apa kamu tidak takut dengan singa-singa itu?”. Abul Hasan menjawab, “Tidak! Sama sekali tidak, karena Allah ta’ala akan melindungku!” ( تاريخ بغداد لابن عساكر7/101) 



Pengabdian kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.

Kisah Safinah mantan budak Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Al Hafizh at Thabrani menyebutkan, bahwa Safinah mantan budak Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam berkata, “Aku berlayar di sebuah lautan, lalu kapalku pecah. Aku pun berlayar dengan sisa pecahan kapal sampai aku tiba di sebuah pulau yang di terdapat seekor singa. Singa itu pun mendekatiku ingin memangsaku. Aku berkata kepada singa itu, “Wahai Abu al Harith, aku adalah mantan budak Rasulullah shallalalhu ‘alayhi wasallam!”. Singa itu pun menundukkan kepalanya, kemudian mendekatiku dan menuntuntku dengan bahunya hingga keluar dari hutan. Ia pun pergi dan mengaum, aku mengira dia sedang mengucapkan selamat tinggal. (HR. Al Hakim, shahih dengan syarat Muslim dan ditetapkan oleh ad Dzahabi)



 
Mengamalkan Hadith: “Jihad teragung adalah menyampaikan kalimat yang haq di hadapan pemimpin yang zhalim”.


إِنّ مِنْ أَعْظَمِ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ 

"Sesungguhnya di antara seagung-agungnya jihad adalah menyampaikan kalimat yang haq di hadapan penguasa yang zhalim." (HR. At-Tirmidzi)
Kisah Al Auza’i bersama Hakim Al Abbasyi. Diriwatkan bahwa Imam Al Auza’i adalah imam ahli hadith yang alim dan faqih. Suatu hari Abdullah bin Ali menemui hakim Al Abbasi. Abdullah bin Ali adalah seorang raja yang kejam, yang telah membunuh sekitar 38.000 umat muslim. Kemudian ia masuk ke masjid Bani Umayyah, dengan pongah dia berkata, “Siapa yang mengingkari perbuatanku ini!”

Orang-orang di dalam masjid berkata, “Kami tidak mengetahui orang mengingkari perbuatanmu selain Al Imam Al Auza’i”. Abdullah bin Ali mengirimkan utusannya untuk memanggil Al Imam Al Auza’i. Al Auza’i mengerti, bahwa panggilan ini adalah sebuah musibah, dan tidak tahu apakah dia akan lolos dari musibah itu ataukah tidak. Maka ia pun mandi, berwangi-wangi, dan mengenakan kain kafan. Lalu ia membawa tongkatnya, dan bermunajat kepada Allah, “Wahai Yang Memiliki Kemuliaan yang tiada bandingnya, wahai Sandaran yang terbaik, wahai yang bala tentaraNya tidak akan terkalahkan, Engkau adalah Penolongku, siapapun yang menjadikanMu Penolongnya, maka Engkau akan menolongnya. Cukup bagiku Allah, dan Allah sebaik-baik Pelindung”.

Kemudian ia berangkat menuju sang raja, ia pasrahkan urusannya kepada Allah taa’ala. Di istiana sudah berdiri para algojo dan tukang cambuk yang siap mengeksekusinya. Al Imam Al Auza’i berkata, “Saat aku masuk aku melihat pedang dan cambuk sudah disiapkan, aku sudah tidak memiliki harapan lagi untuk hidup setelah ini. Demi Allah saati itu aku tidak melihat apapun lagi kecuali ‘arsy ar rahman, dan kudengar suara memanggil, ‘Sekelompok orang di syurga dan sekelompok yang lain di neraka!”
Abdullah bin Ali berkata dengan marah, “Kamukah Al Auza’i?”. Aku berkata, “Orang-orang memanggilku Al Auza’i!”.

“Apa pendapatmu atas darah yang telah kutumpahkah!?”
Aku menjawab, “Dari Ibnu Abbas dan dari Ibnu Mas’ud dan dari Anas dan dari Abu Hurairah dan dari ‘Aisyah, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Tidak halal darah seorang muslim kecuali tiga orang: orang tua yang berzina, membunuh orang lain dengan sengaja, dan orang yang berpisah dari jama’ahnya”. Abdullah pun menjulurkan lidahnya seperti ular yang menjulurkan lidahnya. Aku melihat orang-orang mengangkat baju-baju mereka agar tidak terkena percikan darahku. Aku pun mengangkat sorbanku, agar tidak menghalangi pedangnya dari leherku.

Tapi tiba-tiba dia berkata, “Apa pendapatmu tentang rumah-rumah yang kami curi dan harta-harta yang kami rampas?!”. Aku berkata, “Semoga Allah melecuti pakainmu sehingga engkau telanjang sebagaimana pertama kali kamu lahir ke dunia! Kemudian Allah akan bertanya kepadamu tentang orang-orang yang kau bunuh, jika perbuatanmu dihukumi halal maka engkau tetap dihisab, dan jika dihukumi haram maka bagimu ada hukumannya!”

Sang raja pun muntab, orang-orang mulai mengangkat kain-kain mereka agar tidak terkena darahku, aku pun mengangkat surbanku dari leherku. Tiba-tiba aku melihat tenggorokan Abdullah bin Ali membengkak dan berkata, “Keluar kamu!”. Aku pun keluar, demi Allah! Tidaklah Allah menambahku kecuali kemuliaan. [1]

Faedah:
Siapa saja yang menjaga hak-haknya Allah taala, dia akan dijaga oleh Allah ta’ala, baik agamanya, hartnya, dirinya, dan keluarganya. Dan siapa saja yang tidak menjaga hak-hak Allah taala, Allah taala tidak akan menjaganya.

Abdullah bin ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” [HR. Imam Tirmidzi dalam Sunan At Trmidzi no. 2516, Imam Ahmad bin Hambal dalam Al Musnad: 1/307, dan beberapa ulama lainnya.].

Selengkapnya bisa dibaca di….






_____________________________

التصنيف: العقيدة الإسلامية، المصدر: فريق عمل طريق الإسلام، تاريخ النشر: 28 شوال 1435 (24‏/8‏/2014[1]

Komentar