Ketika Rindu Mulai Membuncah



Degub yang rumit itu kerap menjalari hati pemuda yang tumbuh dalam fitrahnya; mengagumi segala yang berasal dari lawan jenisnya. Badai fitnah kerap datang di saat usianya masih belia, ditambah pula bergaul dengan teman-teman yang larut dalam romantika semu, ala pemuda pemudi zaman kini. Orang tuanya, pun ikut menghembuskan semangat agar anaknya tidak kuper, agar tidak ketinggalan zaman.

Kalimat-kalimat ayah dan ibundanya laksana sihir, “Tidak masalah kau punya teman wanita Nak, kenalilah dia”. Sepintas kalimat itu benar, dan dapat menggerakkan minatnya untuk melaksanakannya. Laksana sihir yang dapat membuat si pendengarnya tidak sadarkan diri. Namun bekal agama adalah tameng terbaik. Sehingga kalimat itu, walau didengungkan ribuan kali, tetap tidak menyamai indahnya kalimat, “Sempurnakanlah agamamu segera, semoga Allah ta’ala memberkahimu, Ananda”.

Gemerlapnya dunia saat ini, bisa menyeret siapa saja dalam kubangan dosa dan maksiat. Tentu, semua itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Terutama bagi orang yang sholeh dan sholehah, sebagai target terbesar Iblis dan bala tentaranya. Mesti ada tahap-tahap halus yang dilancarkan Iblis. Dengan segudang pengalaman yang lebih teruji dari orang sekarang, sebab mereka hidup sejak mereka diciptakan, sampai kiamat kelak ditegakkan. Jadi, berapa ribu jiwa dari hamba Allah ta’ala yang sudah ia tipu dan ia sesatkan. Wallahulmusta’an...

Wanita, ujian terberat kaum lelaki. Terkhusus pemuda. Jiwa yang mudah bergejolak pada situasi tertentu, membuat hidupnya sarat ancaman. Namun, Allah ta’ala berjanji membalasnya sebesar cobaan yang ia rasakan. Di antara tujuh golongan yang mendapat naungangan di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dariNya,

وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ
....pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah (HR. Bukhari Muslim)[1]

            Saat godaan halus itu menyelinap ke dalam episod hidupnya. Hatinya jatuh pada sosok wanita yang baru ia kenal. Dalam situasi rumit itu, ia berharap sekali berdampingan hidup halal bersamanya. Di sisi lain pula, ia tahu bahwa ia adalah pemuda yang tidak mampu menikah. Haruskah ia tinggalkan dia dan memilih diam bersabar? Lalu bagaimana dengan hati yang telah terpaut padanya?

            Banyak di antara pemuda yang terjebak pilihan; “saya harus menyelamatkannya, meski harus setahun atau dua tahun lagi menikah”. Iblis memoles tindakan heroik itu tampak benar. Namun pemuda tidak tahu, jika kemudian hari-hari yang panjang itu adalah belantara fitnah yang siap menyesatkannya. Bagaimana tidak, semasa sendiri saja ia tergoda dengan makhluk cantik yang bernama wanita, apalagi kini ia sudah memilikinya tanpa ikatan halal. Wallahulmusta’an

            Allah ta’ala menunjukkan kasih sayangnya, sehingga tak sedikit pemuda yang kemudian sadar akan kesalahannya. Lekas-lekas ia tinggalkan perbuatannya, merenung dan menangisi dosa-dosanya. Bahwa, pelajaran yang harus ia laksanakan di kemudian hari adalah jangan pernah membuat cinta berlama-lama menunggu dalam ikatan yang belum halal. Sebaiknya ia simpan sejak dini, walau cintanya memang menggebu. Rindunya memang membakar. Jika ia mampu menyimpannya, itu lebih selamat.

            Di kasus yang lain, seorang lelaki sholeh aktif berdakwah. Godaan halus menghampirinya, seorang wanita ingin mengetahui dan belajar tentang agama kepadanya. Di benak pemuda, berbagai kemungkinan bermunculan, “Jika tak kusambut, maka dia akan belajar agama dari orang yang mungkin salah dalam memahami agama.” Akhirnya yang menjadi pilihannya adalah, “Semoga aku mendapatkan pahala dengan dakwahku ini kepadanya” . Aktifis ini tidak mengetahui bahwa selama hari-hari dia berdakwah, selama itu pula bibit cinta tersemai di sudut hatinya. Secuil bibit cinta mulai hinggap, tetapi tidak digubrisnya, namun hari berganti minggu dan bulan, ternyata bibit itu tumbuh bertunas. Semakin ia tidak menggubrisnya, bibit itu semakin membesar, semakin mengakar dalam hatinya. Hingga ia merasakan sulitnya mencabut perasaan itu dari hatinya. Dakwah yang semula murni kini berbalik haluan. Wallahulmusta’an...



Fitrah Bapak Moyang Manusia

Kesenangan terbesar bagi kaum lelaki adalah wanita. Ketika bapak kita, Adam ‘alayhissalam tinggal di dalam kemegahan syurga, merasa kesepian. Lalu Allah ta’ala menciptakan untuknya Hawa. Hingga Adam merasakan lengkapnya hidup, di kemegahan syurga.

Perangkat lunak, yang bernama nafsu. Telah Allah ta’ala anugerahkan pada manusia. Karena nafsu, seseorang bisa masuk syurga. Sekaligus pula, karena nafsu, seseorang bisa masuk neraka. Oleh karenanya, Allah ta’ala menurunkan “buku panduan” berupa syari’at yang agung ini. Sehingga manusia bisa menggunakan perangkat itu sesuai prosedur. Agar tujuan perangkat lunak itu diciptakan bisa tercapai.

Namun manusia yang tidak peduli dengan “buku panduan” itu, bisa dipastikan dia menggunakan perangkat lunak itu tidak sesuai prosedur, akhirnya kerusakanlah yang terjadi di kemudian hari.


Tentang Rindu yang Terpendam
Mampukah hati menggenggam bara rindu yang terus membara?
Pilihannya di antara dua;

utarakan untuk menikah
atau, padamkan tanpa sisa
barulah hati bisa bernafas dalam kesejukan
dalam iman kepada takdir Allah ta’ala seutuhnya

Seperti apakah rindu yang pernah hinggap di hati itu? Ia seperti unsur asing yang tercelup dalam gelas yang berisikan air bening, cara membersihkannya adalah dengan air yang bening pula. Semakin banyak air bening yang dituangkan, maka unsur asing itu akan terangkat dari gelas. Dengan ijin Allah ta’ala, air dalam gelas itu kembali bening seperti semula. Hati yang tersengat rindu, hanya akan terobati dengan beningnya dzikir kepada Allah ta’ala, yang dibangun atas ilmu dan keikhlasan.

Bila sabar terasa pahit karena sakitnya rindu, maka ketahuilah bahwa hidup di dunia ini cuma sebentar. Tidak lama. Biarlah saat ini empedu, kelak manisnya seperti madu.

Akhirnya, semoga engkau, aku, dan pemuda lainnya, lebih tertarik untuk menyimpan rindu pada dia yang belum diketahui namanya. Pada dia yang belum diketahui keberadaannya, pada dia yang dalam rahasiaNya, namun kita sangat mengenal sifat-sifatnya, sebagaimana yang tertera dalam do’a berikut ini,

اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي امْرَأَةً إِذَا نَظَرْتُ إِلَيْهَا سَرَّتْنِي وَإِذَا أَمَرْتُهَا أَطَاعَتْنِي وَإِذَا غِبْتُ عَنْهَا حَفَظَتْ غَيْبَتِيْ فِي نَفْسِهَا وَمَالِي
“Ya Allah rizkikan kepadaku istri yang jika aku melihatnya ia menyenangkanku, jika aku memerintahkannya ia mentaatiku, dan jika aku tidak ada di rumah, ia menjaga dirinya dan hartaku”[2]

Yusuf ‘alayhissalam mendapati cobaan yang berat tatkala berusia belia, ia dijebak oleh isteri tuannya yang cantik jelita yang tergila-gila padanya. Hingga sempat terbertik di dalam benak Yusuf ‘alayhissalam rasa suka kepadanya, manusiawi. Namun, Yusuf ‘alayhissalam memilih berpaling. Ia lebih memilih penjara dan lari dari kekejian, lalu Allah memberikan ganti, dengan cara memberinya kekuasaan di bumi seperti yang ia kehendaki, lalu beliau didatangi wanita yang justru meminta untuk dinikahi secara halal. Maka beliau menikahi wanita itu. Tatkala berkumpul dengan istrinya, beliau berkata, “Ini lebih baik dari apa yang dulu pernah engkau minta”.[3]
         

Dalam puasa cinta, rindu ikut berkepompong, menapaki metmorfosa sempurna, menjadi sepesona kupu-kupu, senikmat saat berbuka…


------

Achmad Tito Rusady, ditulis saat bujang di kota Malang. Kembali diramu di usia dua tahun menikah, Ngadiluwih, 6 Syawal 1440 H/10 Juni 20192 




[1]  رابط الموضوع: http://www.alukah.net صحيح البخاري (1/440) رقم (1423)، وصحيح مسلم (2/715) برقم (1031).
[2]  قول ابن مسعود رضي الله عنه في "روضة المحبين ونزهة المشتاقين"، ابن قيم الجوزية، الطبعة: 1403هـ/1983 م، ص. 1/159

[3] Syaikh Ibnu Qayyim al Jauziyah, “Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu”, (Bekasi: PT DARUL FALAH), hlm. 413

Komentar