Adalah
impian setiap muslim dan muslimah, ingin menjadi penghafal Al Qur’an. ِSelain karena banyaknya pahala dari
bacaan dan muroja’ahnya, menghafal Al Qur'an memiliki keutamaan-keutamaan khusus. Di antaranya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam berikut ini,
يَجِيءُ الْقُرْآنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُوْلُ يَا رَبِّ حَلِّهِ فَيُلْبَسُ تَاجَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُوْلُ يَا رَبِّ زِدْهُ فَيُلْبَسُ حُلَّةَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُوْلُ يَا رَبِّ ارْضَ عَنْهُ فَيَرْضَى عَنْهُ فَيُقَالُ لَهُ اِقْرَأْ وَارْقَ وَتُزَادُ بِكُلِّ آيَةٍ حَسَنَةً
Al-Qur`an akan datang pada hari kiamat dan mengatakan, “Wahai Rabbku berilah dia (ahli al-Qur`an), hiasilah dia, maka diberilah mahkota kemuliaan.” Kemudian berkata lagi, “Wahai Rabbku, berilah tambahan.” Maka diberilah hiasan kemuliaan. Kemudian berkata, “Ridhailah dia.” Maka Allah pun meridhainya. Lalu dikatakan kepada orang tersebut, “Bacalah dan naiklah, sesungguhnya engkau akan ditambah satu kebaikan pada tiap-tiap ayat.” (Hadits Hasan, riwayat Tirmidzi: 5/29, dll. Lihat Jami’ Shahih: 8030)
Jika kita ingin menghafal Al Qur’an, berikut ini adalah tips dan kiatnya:
1. Luruskan niat.
Niatkan menghafal Al Qur’an
karena Allah ta’ala. Jauhkan sejauh-jauhnya hati kita dari niat agar dikatakan
hebat atau agar dikatakan seorang penghafal Al Qur’an. Untuk itu, kita harus bertanya kepada diri sendiri, "Untuk apa saya menghafal Al Qur’an?". Kita harus mencari niat yang sholih (benar) dalam menghafal Al Qur'an, karena niat yang benar akan memudahkan kita dalam menghafal Al Qur'an.
2. Mempunyai seorang guru
Seseorang yang ingin menghafalkan Al Qur'an harus mempunyai seorang
guru. Guru yang paling mengerti kaidah tajwid dan
tahsinnya. Terlebih lagi dia adalah guru yang disiplin. Hal ini akan membuat kita terpacu untuk menyelesaikan hafalan. Sebagai catatan, hendaknya guru kita bukanlah teman kita. Karena pada kenyataannya,
setoran hafalan kepada teman hanya bertahan di awal-awal saja, tidak lama
kemudian program hafalan itu berhenti.
3. Mulailah dari ayat-ayat pendek
Metode yang banyak dipakai dalam menghafal Al Qur’an adalah memulainya dengan ayat-ayat pendek,
yang terdapat pada surat-surat Al Qur’an di juz 30-29-28-27. Setelah itu bisa dilanjutkan ke surat Al Baqoroh sampai seterusnya.
4. Lebih baik sedikit tapi istiqomah
Ada beberapa kebiasaan yang
dilakukan para ulama dalam menambah hafalannya. Mereka setiap hari mentargetkan
sesuai dengan kemampuan hafalan dan kesibukan masing-masing. Ada yang sehari
satu halaman. Ada yang sehari hanya satu sampai tiga ayat saja. Semakin sedikit
itu justeru akan semakin ringan dilakukan, dan mudah untuk istiqomah. Dalam
hadith di katakan:
“Wahai manusia, ambillah dari amalan amalan itu apa yang kalian mampu. Sesungguhnya Allah tidak akan bosan hingga kalian merasa bosan. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang terus menerus walaupun sedikit.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Seperti air yang dituangkan ke
dalam botol, air akan masuk jika dimasukkan secara sedikit demi sedikit. Adapun
air yang dituangkan sekaligus akan membuat sebagian besarnya tumpah.
Mari
kita lihat bagimana para generasi penghafal Al Qur’an dan hadith melakukannya. Yunus
bin Yazid berkata: Ibnu Syihab berkata kepadaku:
“Wahai Yunus, janganlah engkau sombong terhadap ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu beberapa lembah. Lembah mana saja yang kau tempuh, niscaya lembah itu akan memutuskanmu sebelum engkau sampai kepadanya. Akan tetapi tempuhlah lembah itu seiring perjalanan hari dan malam. Dan janganlah engkau mengambil ilmu itu sekaligus, karena ilmu itu akan hilang pula darinya sekalihus. Akan tetapi, ambillah sedikit demi sedikit sesuai perjalanan hari da malam”[Jaami’ Bayanil ‘ilmi wa Fadhlih hal 168 dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy]
Dan Yunus berkata:
“Aku mendengar Az Zuhri berkata:
“Sesungguhnya jika engkau mengambil ilmu ini terlalu banyak, maka ilmu itu justru akan mengalahkanmu dan engkau tidak akan berhasil mendapatkannya sedikitpun. Akan tetapi, ambillah ilmu itu perlahan lahan sesuai perjalanan waktu siang dan malam. Niscaya engkau akan berhasil mendapatkannya” [Jaami’ Bayanil ‘ilmi wa Fadhlih hal 168 dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy]
Jangan
tergesa-gesa, dan jangan pernah bosan karena lamanya menghafal. Karena waktu
yang digunakan untuk Allah ta’ala tidak akan terbuang sia-sia, bahkan inilah
ganjarannya:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Barangsiapa yang disibukkan oleh Al Qur’an dan berdzikir kepada-Ku (hingga lalai) dari memohon kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan yang lebih utama daripada yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta, dan keutamaan Kalamullah daripada seluruh perkataan lainnya sebagaimana keutamaan Allah atas makhluk-Nya.” (HR. Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits Hasan)
5. Muroja’ah
Muroja'ah artinya mengulang bacaan. Dengan banyak mengulang bacaan, hafalan akan semakin kuat. Sebaliknya,
hafalan yang tidak diulang akan hilang dan lupa. Sebagai gambaran, ketika kita
memasuki hutan liar yang belum pernah dilewati seorang manusia pun, kitalah
yang membuat jalan-jalannya. Membabat rumput-rumputnya. Sehingga menjadi jalan
yang mudah untuk dilalui. Rumput-rumputnya tidak akan tumbuh kembali karena sering kita lalui. Akan tetapi jika jalan
itu dibiarkan berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, kita
tidak akan mengenal jalan itu lagi, jalan itu sudah berubah. Sudah
ditumbuhi rerumputan dan pohon-pohon yang baru. Akhirnya kita harus membabat
dan membuat jalan yang baru lagi.
Begitu
juga hafalan yang sudah sekian tahun ditinggal tidak pernah dimuroja’ah, kita pasti
akan lupa. Dan bahkan kita yang dilupakan Al Qur’an. Na’udzubillah. Oleh
karena itu, hendaknya kita sediakah dalam sepekan minimal satu hari
khusus untuk muroja’ah.
Adapun
metode para ulama dalam mengulang-ulang hafalannya, patut kita jadikan semangat
dan baik untuk ditiru. Mereka adalah:
Kesaksian Ibnul
Jauzi. Beliau berkata:
“Saya telah memperhatikan orang yang belajar fiqih bahwasanya mereka mengulang pelajarannya dua atau tiga kali. Setelah berlalu dua hari, salah seorang dari mereka telah lupa terhadap pelajaran tersebut. Jika dia membutuhkan sesuatu dari masalah itu saat diskusi, dia tidak mampu. Maka hilanglah waktu pertama dengan percuma. Dia pun harus mengulangi menghafal lagi sebagaimana lelahnya waktu pertama kali menghafal. Hal ini karena dia tidak mengokohkan hafalannya.”
Az-Zarnuji berkata:
“Selayaknya bagi seorang pelajar untuk mempersiapkan dan menentukan ukuran bagi dirinya sendiri dalam mengulang hafalannya. Karena hafalan itu tidak akan menetap dalam hatinya hingga dia mencapai apa yang telah ia tetapkan untuk dirinya. Dan hendaklah penuntut ilmu mengulang ulang hafalannya yang baru (sehari sebelumnya) sebanyak lima kali, mengulang hafalan dua hari yang lalu empat kali, mengulang hafalan tiga hari yang lalu sebanyak tiga kali, mengulang hafalan empat hari yang lalu dua kali, dan mengulang hafalan lima hari yang lalu satu kali. Cara yang seperti ini leih membantu dan mendorong untuk cepat hafal.”
Al Hasan bin Abu
Bakr An-Naisaburi berkata:
“Ada seorang ahli fiqh mengulang ulang pelajaran dirumahnya berkali kali. Berkatalah seorang wanita tua yang berada dirumahnya: “Sungguh, demi Allah, akut telah menghafalnya.” Ahli Fiqh itu berkata: “Ulangilah pelajaran itu.” Wanita itu pun mengulanginya. Setelah beberapa hari, ahli Fiqh itu berkata: “Wahai wanita tua, ulangilah pelajaran itu.” Wanita tua itu menjawab:”Aku tidak hafal lagi pelajaran itu.” Ahli Fiqh itu berkata:”Aku mengulang ulang hafalan agar tidak ditimpa apa yang menimpamu.” [Al Hatstsu ‘ala Hifzhil ‘Ilmi hal 21 dalam Keajaiban Hafalan – Muhammad Taqiyyul islam Qaariy]
Ibnu Jibrin berkata:
“Pada umumnya, barangsiapa yang menghafal dengan cepat tanpa mengulanginya, maka diapun akan cepat lupa. Dan sungguh kebanyakan pelajar pada zaman dahulu mencurahkan kesungguhan mereka dalam menghafal. Sampai sampai salah seorang diantara mereka membaca satu hadits atau satu bab sebanyak 100 kali sehingga melekat dalam benaknya. Setelah itu mereka mengulang ulang apa yang telah mereka hafal. [Kaifa Tathlub Al-‘ilm, dialog bersama Fadhilatu Syaikh Al-‘Alamah Dr. Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, I’dad: ‘Isa bin Sa’d Alu ‘Uwasyn, hal 31]
Ali bin Abdurrahman As Sahaibani telah bercerita kepadaku bahwa di Mauritania ia bertemu dengan sebagian orang Syinqith yang memiliki hafalan yang kokoh. Dia bertanya kepada orang orang tersebut bagaiana cara mereka memuraja’ah? Orang itu menjawab: “Aku mengulang ulang pelajaran dengan menghadap kesegala arah sebanyak 80 kali yaitu menghadap ke timur lalu membaca 80 kali, kemudian kearah barat dengan jumlah yang sama dan begitu seterusnya.”
6. Berdo’a
Berdoa memohon kepada Allah ta'ala adalah sebab terbesar kesuksesan seseorang. Karena dalam berdo'a, seorang hamba sedang meminta pertolongan dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Suatu hari dalam sebuah
pengajian, ada seorang ustadz bertanya kepad murid-muridnya, “Mengapa seseorang sulit
dalam menghafal? Padahal Allah ta’ala telah berfirman, ‘Dan sungguh telah
kami mudahkan Al Qur’an itu untuk dihafal adalah yang mengambil pelajaran
(QS. Al Qomar: 17)?”. Beliau meneruskan, “Dia sulit menghafal Al Qur'an karena dia mengandalkan kemampuan
dirinya, dia tidak melibatkan kekuatan Allah ta’ala
dalam hafalannya”.
Jawaban sang ustadz tadi adalah jawaban yang sarat tauhid. Karena manusia sejatinya tidak meliki kemampuan apa-apa kecuali atas kekuatan dari Allah ta'ala. Dalam ayat tadi, siapakah yang
memudahkan Al Qur’an untuk dihafal? Manusia ataukah Allah ta’ala?
Jawabannya jelas, Allahlah yang telah memudahkannya. Adapun kita tidak punya
kekuatan sama sekali untuk menghafal Al Qur’an, kecuali dengan kekuatanNya.
Oleh karenanya penting dan wajib bagi kita untuk senantiasa berdo’a agar Al
Qur’an dimudahkan olehNya untuk kita hafalkan.
Dan
jangan lupa meminta do’a orang tua kita yang masih hidup. Karena do’a orang tua
adalah mustajabah. Ada sebuah kisah yang luar biasa. Tentang sosok Syaikh Prof.
Dr. Abdurrahman As Sudays. Imam besar Masjidil Haram, Mekkah. Waktu itu Syaikh
Sudays kecil sedang asyik bermain-main tanah. Sementara sang ibu sedang
menyiapkan jamuan makan yang diadakan sang ayah. Belum lagi datang para tamu
menyantap makanan, tiba-tiba kedua tangan bocah yang mungil itu menggenggam
debu. Ia masuk ke dalam rumah dan menaburkan debu itu diatas makanan yang
tersaji.
Tatkala sang ibu masuk dan
melihatnya, sontak beliau marah dan berkata, “Idzhab ja’alakallahu imaaman
lilharamain,” Pergi kamu…! Biar kamu jadi imam di Haramain!” Dan SubhanAllah, kini anak itu telah
dewasa dan telah menjadi imam di masjidil Haram…!! Dialah Syeikh Abdurrahman
as-Sudays, Imam Masjidil Haram yang nada tartilnya menjadi favorit kebanyakan
kaum muslimin di seluruh dunia.
Kisah
lainnya datang dari Syaikh Fahd Al Kandari. Sang qori’ yang memiliki suara yang
indah. Beliau juga punya program Safar Ma’al Qur’an, di berbagai negara
termasuk Indonesia. Suatu hari saat beliau memimpin sholat jama’ah. Ada yang
membenarkan bacaan beliau saat beliau salah atau terlupa. Ternyata dia adalah
seorang yang sudah tua. Syaikh Fadh bertanya, “Aku perhatikan engkau sering
kali membenarkan bacaanku dengan hafalanmu. Pasti engkau sudah menghafal Al
Qur’an sejak kecil bukan?”. Kakek itu menjawab, “Tidak. Aku baru bisa menghafal
Al Qur’an di usiaku yang senja ini”. Syaikh Fahd tertegun dan bertanya, “Masya
Allah bagaimana Anda bisa melakukannya?”. Kakek itu menjawab, “Ibukulah yang
sering mendo’akanku agar aku menjadi penghafal Al Qur’an. Dan keinginannya itu
diijabahi oleh Allah saat aku di usia senja”.
____________________________________________________________________
Tulisan ini adaalah salah satu sub judul dalam buku "Ukhti, Jadilah Mawar Berduri". InsyaAllah....
Semoga bermanfaat, mohon do'a tulusmu Teman.. Achmad Tito Rusady, ghofarollahu lahu..
Komentar
Posting Komentar