Cantik, Ijinkan Kami Menunduk



            Ini soal lelaki, padanya ada dua mata yang senang melihat keindahan dan kecantikan. Melalui mata, hati seorang lelaki lebih cepat menyimpan potret dari objek yang dipandang oleh mata. Lalu hati pun tertawan karenanya, dan tak berdaya pada makhluk cantik yang terpajang dalam hatinya.

            Namun hanya iman yang akan mengajarkannya, tentang apa yang dibolehkan dan apa yang diharamkan untuk dipandang. Iman yang membuat hatinya terjaga, sehingga terjagalah keseluruhannya. Karena hati adalah raja yang kapan saja bisa menyuruh para prajuritnya. Jika raja ingin kebaikan, prajurit akan bergerak melaksanakan kebaikan. Tapi jika raja ingin keburukan, prajurit juga akan bergerak melaksanakan keburukan.

            Mata adalah utusan raja yang bertugas membawa berbagai macam berita. Sang raja bisa saja terpikat, atau tidak terpikat sesuai kadar keimanannya. Jika imannya lemah, sang raja bersama mata menikmati objek yang dilihatnya. Namun jika imannya kuat, sang raja akan memerintahkan mata untuk menunduk dan mengalihkan pandangannya selekasnya.

            Ada sebuah kisah tentang perdebatan antara hati dengan mata. Suatu hari ketika keduanya terjatuh pada perkara yang haram, si mata menyalahkan hati. Hati pun demikian. Ia tidak terima jika disalahkan, ia berbalik menyalahkan si mata. Lalu terjadilah perdebatan di antara keduanya. “Kamu yang menggiringku untuk melihat yang haram!”, tuding hati kepada mata. Mata pun membalas, “Enak saja, bukankah kamu adalah raja yang ditaati? Aku mengikuti perintahmu sehingga aku melihat apa yang kau perintahkan!”.

            Akhirnya datanglah si penengah, yang melerai ketegangan yang terjadi di antara mereka berdua, “Kalian berdua seperti si pendek dan si jangkung yang buta. Suatu hari mereka masuk ke sebuah kebun. Si pendek berkata, ‘Aku melihat ada buah segar di pohon itu. Tapi aku tidak bisa menjangkaunya’. Si jangkung buta berkata, ‘Mungkin aku bisa mengambilnya, lalu kita makan bersama!’. Mereka berdua bekerja sama untuk mengambil buah segar itu. Si pendek mengarahkan si jangkung agar bisa memetik buahnya. Si jangkung mengikuti arahan si pendek sampai dia bisa memetiknya. Akhirnya, buah segar itu mereka makan bersama”.[1]
           

Transaksi Dosa karena Aurat
            Hijab secara bahasa artinya menutupi. Hijab adalah perintah Allah taala kepada kaum muslimah untuk menutup aurat mereka dengan pakaian ke sekujur tubuh mereka, kecuali muka dan telapak tangan. Dengan pakaian yang lebar, tidak ketat sehingga tidak mencetak lekuk-lekuk tubuhnya. Maka hijab yang sempurna adalah pakaian yang memadamkan syahwat laki-laki dari memandang kecantikan seorang wanita.

            Syahwat laki-laki kepada wanita adalah hal yang fitrah. Allah taala berfirman 
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran: 14).

Oleh karenanya setiap wanita yang keluar rumah akan dijadikan syaithan sebagai alat untuk menggoda kaum Adam, sebuah titik terlemah dari seorang lelaki yaitu mata. Maka hati yang memiliki iman, akan mengalihkan pandangannya selekasnya. Jika tidak, maka pada pandangan kedua ada dosanya. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“Wahai ‘Ali, janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan. Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan yang pertama, dan bukan yang setelahnya” (HR. At-Tirmidzi no. 2777, Abu Dawud no. 2149).

Laki-laki dan perempuan hendaknya saling bekerjasama untuk mempersempit gerak syaithan. Allah taala telah memberikan kewajiban kepada mereka, agar satu sama lain tidak menjadi sebab dosa bagi yang lainnya. Seorang wanita wajib berjilbab untuk menutupi auratnya, agar laki-laki terjaga dari kobaran syahwatnya. Pun demikian laki-laki juga diperintahkan menutup auratnya, agar para wanita terjaga dari memandang aurat lawan jenisnya. Pula, masing-masing mereka harus menjaga pandangan mereka. Allah taala berfirman:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” [QS. An-Nuur : 30-31].

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya….” (QS. An-Nur:31)ز

            Jika laki-laki dan perempuan tidak melaksanakan kewajiban tersebut, maka akibatnya adalah:

1.      Seorang wanita atau laki-laki yang tidak menutup auratnya, berarti telah mengabaikan kewajiban dari Allah untuk mereka. Berdosalah mereka karena telah melanggar aturan Allah taala.

2.      Seorang wanita atau laki-laki yang tidak menutup auratnya, berarti menjadikan dirinya objek yang tidak halal untuk dipandang lawan jenisnya. Semakin banyak orang yang melihat auratnya, maka semakin banyak dosa yang ia terima.

3.      Seorang wanita atau laki-laki yang tidak menutup auratnya, berarti sedang mengobral “dagangan” haram. Celakanya, jika ternyata si peminat adalah orang-orang yang alim dan penghafal Al Qur’an. Mereka juga manusia biasa, terkadang jatuh terjerumus kepada dosa dari pelupuk matanya. Lalu aurat-aurat itu membuat mereka terhenti dari ketaatan yang mereka lakukan. Pertanyaannya, seperti apakah dosa yang ditimpakan kepada si pamer aurat ini, karena dia menjadi sebab terjatuhnya sang alim dan penghafal Al Qur’an ke dalam kedurhakaan? Hanya Allah yang tahu. Tetapi cukuplah menjadi renungan, si alim dan penghafal Al Qur’an menjadi jauh dari Tuhan mereka. Seorang alim akan kehilangan air mata takutnya kepada Allah, karena dikeringkan oleh dosa-dosa yang masuk melalui pelupuk matanya. Dan seorang penghafal Al Qur’an, sedikit atau banyak dari hafalannya telah hilang dalam tumpukan dosa dari pandangannya. Bukankah itu artinya si pamer aurat ini telah menzalimi mereka? Bertaubatlah. Tutuplah aurat Anda!

4.      Seorang wanita atau laki-laki yang tidak menutup auratnya, sesungguhnya mereka sedang jatuh dalam kehinaan dan kerugian. Jatuh dalam kehinaan, karena ia telah melepas kemuliaannya, setelah Allah taala memuliakannya dengan perintah menjaga auratnya. Adapun jatuh dalam kerugian, dikarenakan aurat yang dipamerkan adalah undangan gratis untuk  orang-orang yang selevel dengannya. Yaitu si “mata keranjang”, yang pandangannya digerakkan oleh nafsu dan syahwatnya.

5.      Seorang wanita atau laki-laki yang tidak menutup auratnya, berpeluang besar mendapatkan pasangan yang sejiwa dengannya. Karena aurat yang mereka pamerkan akan menarik pasangannya yang tidak menjaga pandangannya. Berarti ia mendapatkan pasangan yang mencintainya karena kecantikan fisiknya, sebuah alasan cinta yang sangat lemah. Tidak sekuat cinta yang didasari atas keimanan dan kecantikan agamanya.

Truk dan Reklame Edan
      Kita banyak menjumpai truk atau papan reklame yang tidak santun. Gambar vulgar sudah tidak sungkan-sungkan ditempel di bagian depan truk atau di bagian belakangnya. Apa maksud dari perbuatan itu? Ingin merusak generasi muda? Siapapun Anda, gambar haram yang Anda tempel di kendaraan Anda adalah invenstasi dosa Anda, dari siapa saja yang memandangnya. Terlebih lagi jika ada yang “terinspirasi” dari gambar itu, lalu dia berbuat asusila karena syahwatnya tersulut dan berkobar. Berapa receh dosa yang Anda tabung, wahai Saudaraku? Aku tidak bisa membayangkan, jika yang tergelincir adalah dari kalangan alim dan penghafal Al Qur’an, bagaimana kelak Anda akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah? Anda telah merusak keluarga Allah taala di muka bumi, mereka adalah ahli Qur’an. Menangislah! Tangisi kehinaan itu!

Terima Kasih
      Kami ucapkan terima kasih atas usahamu menutup auratmu dari pandangan dan pikiran liar kami. Kami ucapkan terima kasih, karena hijabmu membuat mata kami terjaga dari hal-hal yang akan mengeringkan air mata takut kami kepada Ilahi. Kami ucapkan terima kasih, karena membantu kami untuk memudahkan menghafal kitab suci. Dan kami ucapkan terima kasih, karena engkau telah menahan berhias dan mempercantik diri untuk pasangan halalmu nanti. Semoga engku dipertemukan oleh pasangan yang juga menjaga cantikmu dan perhiasanmu dari pandangan-pandangan syahwati.


Akhukum fillah, Achmad Tito Rusady, ghofarollahu lahu…




[1] Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatu al Musytaqin, juz I (Beyrut: Daru al Kutub al Ilmiyyah, 1983M/1403H), hlm. 106-111.

Komentar