اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ
اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ
الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ.
“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)
Pada
kenyataannya, orang-orang yang baik akan memilih komunitas yang baik. Sedangkan
orang-orang yang tidak baik, akan berkumpul dengan orang-orang yang tidak baik.
Hal ini dikarenakan jiwa manusia punya kecenderungan dan akan memilih komunitas
yang sesuai dengan kecenderungannya. Seorang yang punya hobi menulis, akan merasa senang jika berkumpul bersama para penulis. Jika bertemu dengan sesama penulis di suatu daerah baru, mereka akan cepat sekali akrabnya. Mengapa demikian? Sekali lagi,
itu karena kecenderungan jiwa yang sama.
Al Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan di dalam Musnadnya dari
hadith Aisyah Rashiyallahu Anha, bahwa ada seorang wanita yang suka memasuki
tempat orang-orang Quraisy, dan membuat mereka tertawa. Lalu di lain waktu
wanita itu tiba di Madinah dan singgah di tempat seorang wanita yang juga suka
membuat orang-orang tertawa. Rasulullah shallallahu alayhi wasallam bertanya,
فقال النبي صلى
الله عليه وسلم على من نزلت فلانة
“Pada siapakah wanita itu singgah?”
قالت على فلانة
المضحكة
Dia menjawab, “Pada seorang wanita
yang suka membuat orang tertawa”. Lalu beliau bersabda,
الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف و ما تناكر منها اختلف“
Ruh itu laksana pasukan yang dikerahkan. Seberapa jauh pasukan itu saling mengenal, sejauh itu pula mereka akan bersatu, dan seberapa jauh mereka tidak saling mengenal, sejauh itu pula mereka akan berselisih”. (Asal hadith ini ada di dalam Ash Shahih, diriwayatkan Al Bukhary, Muslim, Abu Dawud dan lain-lainnya.)[1]
Demikianlah
fenomenanya. Jiwa yang baik hanya untuk yang berjiwa baik. Sedangkan yang
berjiwa buruk, tidak akan mungkin bersatu dan bersama dengan orang yang berjiwa
baik. Cinta kita kelak akan dipertemukan Allah ta’ala karena jiwa yang sama.
Jodoh
memang telah ditetapkanNya, dan tidak akan berubah. Akan tetapi kita tetap
wajib berusaha. Di antara usaha terbesar itu adalah do’a. Mohonlah kepada Allah
ta’ala agar Dia mensucikan jiwa ini, memperbaikinya, dan mengelokkannya. Agar
kelak kita dipertemukan oleh Allah ta’ala dengan orang-orang baik. Dipertemukan Allah ta'ala karena taqwa... Di antara
do’a itu adalah:
An
Nasa’i meriwayatkan di dalam Sunannya (No. 10330), dari Anas bin Malikradhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan
kepada Fathimah radhiyallahu ‘anha,
“Dengarkan
baik-baik apa yang akan aku wasiatkan kepadamu, jika masuk waktu pagi dan sore
hari, hendaknya engkau mengucapkan,
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ ، وَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ
“Yaa hayyu yaa qayyuum, birahmatika asthagitsu, ashlih lii sya’nii kullihi, wa laa takilni ilaa nafsii tharfata ‘ain.”(Wahai Dzat yang Maha Hidup, lagi Maha Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan, perbaikilah seluruh urusanku, dan janganlah Engkau wakilkan aku kepada diriku sendiri sekejap mata pun).
Maka
di akhir judul ini, kupersembahkan sebuah kisah menakjubkan tentang cinta yang
dipertemukan karena jiwa, dan diakrabkan pula karena jiwa. Ia adalah kisah
tentang ayahanda dan ibundanya Sholahuddin Al Ayyubi, sang penakluk
Konstatinopel.
Beliau adalah Dzhillu
Najamuddin Ayyub, pemimpin kota Tikrit. Dia sudah lama membujang. Hingga suatu
hari, saudaranya Asaduddin Syirakhouh bertanya, “Wahai saudaraku, mengapa engkau
belum menikah juga?”. Najamuddin menjawab, “Aku tidak menemukan wanita yang
bisa memperbaiki keadaanku”. Asad berkata, “Maukah kulamarkan engkau dengan
seorang wanita?”. Najamuddin bertanya, “Dengan siapa?”. Asad menjawab, “Putri
Raja Syah, Muhammad bin Malik Syah di Kesultanan Seljuk Raya, atau puteri
seorang menteri yang agung dinasti Abbasiyah”.
Najamuddin berkata kepadanya, “Aku tidak cocok dengan mereka”. Asad terkejut dengan jawaban Najamuddin seraya berkata, “Kalau begitu siapa wanita yang kau anggap cocok?”. Najamuddin menjawab, “Aku hanya ingin istri yang shalihah yang menggandeng tanganku dan mengajakku ke syurga. Lahir dari rahimnya seorang anak yang dia didik sampai menjadi seorang pemuda penunggang kuda. Mengembalikan kaum muslimin menempati Baitul Maqdis yang dikuasai kaum Salibis saat ini!”.
Hati Najamuddin memang sedang merindukan Baitul Maqdis kembali ke tangan kaum muslimin. Asad bertanya lagi, “Bagaimana kamu bisa mendapati wanita seperti itu?”. Najamuddin menjawab, “Siapa yang mengikhlaskan niatnya kepada Allah ta’ala, Allah akan merezkikan kepadanya pertolongan.”
Najamuddin berkata kepadanya, “Aku tidak cocok dengan mereka”. Asad terkejut dengan jawaban Najamuddin seraya berkata, “Kalau begitu siapa wanita yang kau anggap cocok?”. Najamuddin menjawab, “Aku hanya ingin istri yang shalihah yang menggandeng tanganku dan mengajakku ke syurga. Lahir dari rahimnya seorang anak yang dia didik sampai menjadi seorang pemuda penunggang kuda. Mengembalikan kaum muslimin menempati Baitul Maqdis yang dikuasai kaum Salibis saat ini!”.
Hati Najamuddin memang sedang merindukan Baitul Maqdis kembali ke tangan kaum muslimin. Asad bertanya lagi, “Bagaimana kamu bisa mendapati wanita seperti itu?”. Najamuddin menjawab, “Siapa yang mengikhlaskan niatnya kepada Allah ta’ala, Allah akan merezkikan kepadanya pertolongan.”
Pada suatu hari,
Najamuddin duduk bersama seorang Syaikh di sebuah masjid di Tikrit. Saat ia berbincang
dengan Syaikh, datanglah seorang wanita memanggil Syaikh dari balik tirai. Syaikh
pun meminta ijin pada Najamuddin untuk berbicara dengan wanita itu. Najamuddin mendengar
percakapan mereka berdua. Syaikh itu berkata kepada wanita itu dari balik
tirai, “Mengapa Anda menolak pemuda yang kukirimkan kepadamu?”. Wanita itu
menjawab, “Wahai Syaikh, dia memang pemuda terbaik dari sisi ketampanan dan
kedudukan. Tapi aku tidak cocok baginya”. Syaikh bertanya, “Lantas pemuda
seperti apa yang engkau inginkan?”. Wanita
itu menjawab, “Wahai Syaikh, aku ingin pemuda yang menggandeng tanganku untuk
pergi ke syurga. Lahir darinya seorang anak yang menjadi penunggang kuda, yang
mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin”.
Allahuakbar!
kata-kata wanita itu persis seperti yang diucapkan Najamuddin kepada
saudaranya. Dan Najamuddin telah menolak
puteri Sulthan dan puteri menteri karena kedudukan dan kecantikan mereka.
Sebagaimana wanita itu juga menolak seorang pemuda dengan alasan yang sama.
Semua ini terjadi
karena apa? Semuanya terjadi karena keduanya ingin mencari pasangan yang bisa
menggandeng tangan pasangannya menuju syurga Allah, yang lahir dari keduanya
seorang pemuda penunggang kuda yang menaklukkan Baitul Maqdis dari kaum Salibis
untuk kaum mulsimin. Najamuddin berdiri menuju syaikh, “Aku ingin menikah
dengan wanita itu wahai Syaikh!”. Syaikh menjawab, “Dia adalah wanita yang
faqir wahai Najamuddin!”.
Najamuddin berkata, “Dialah
wanita yang kucari selama ini, yang mau menggandeng tangangku untuk menuju
syurga Allah. Dan lahir darinya seorang pemuda penunggang kuda yang
mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin”. Akhirnya Najamuddin menikah
dengan gadis tersebut. Ini adalah buah dari ikhlasnya niat karena Allah,
sehingga Dia memberinya pertolongan. Akhirnya Allah ta’ala mengaruniakan
seorang anak dari pernikahan mereka, seorang pemuda gagah berani, sang penakluk
Konstatinopel, Sholahuddin Al Ayyubi[2].
*
* * *
Penyusun: Achmad Tito Rusady ghofarollahu lahu, 06/05/2015. Malang.
[2] Diterjemahkan dari laman, http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=294202.
Dan ceramah singkat oleh Ustadz Abu Fairuz, berjudul “Untuk Apa Anda Menikah?”
di Yufid Tv.
Masyaallah. ..
BalasHapusAllahuakbar..
Sungguh bergetar dan merinding membaca nya...