Sulthan Murad Ar Rabi’ namanya, seorang Khalifah
dinasti Turki Utsmani yang sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan rakyatnya. Suatu
malam Sulthan Murad hendak keliling malam sebagaimana yang sudah menjadi
kebiasannya. Ia mengajak penasihatnya malam itu untuk keliling malam dengan
cara menyamar sebagai rakyat biasa. “Malam ini kita keluar seperti biasa!”,
perintah sang khalifah kepada penasihatnya.
Sesampainya mereka di pojok kota, mereka mendapati
seorang pemuda jatuh dan tidak sadarkan diri. Sulthan Murad mencoba
membangunkannya akan tetapi ajal telah mendahulinya. Pemuda itu meninggal
seketika. Namun orang-orang yang lalu lalang di sekitarnya tidak peduli
terhadapnya. Sulthan pun berseru kepada mereka, “Wahai orang-orang, kemarilah!”.
Sedangkan orang-orang tidak tahu siapa yang sedang menyeru mereka.
“Ada apa?”, tanya salah seseorang. “Bukankah ada
seseorang yang meninggal, mengapa tidak ada yang mau membawa jenazahnya ke
keluarganya?”, tanya Shultan. Orang-orang menjawab, “Dia orang zindiq, peminum
khamr dan pezina!”. Shultan menimpali, “Bukankah dia salah satu umat Nabi
Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam? Antarkan aku ke rumah keluarga orang
ini!”.
Orang-orang pun mengantarkannya. Setibanya di rumah pemuda
itu, istrinya menangis melihat jenazah suaminya. Satu per satu orang-orang
meninggalkan Shulthan dan penasihatnya. Beberapa saat kemudian istrinya berhenti
menangis lalu berkata kepada jenazah suaminya, “Semoga Allah merahmatimu wahai
wali Allah!, saya bersaksi bahwa engkau adalah orang sholeh!”. Shulthan pun
kaget, “Mengapa Anda katakan dia wali Allah, sedangkan orang-orang berkata bahwa
dia seorang yang zindiq, peminum khamr dan pezina, sehingga mereka tidak mau
mengurusi jenazahnya?!”.
Istrinya menjawab, “Aku sudah menduga orang-orang akan
menilai demikian! Sesungguhnya suamiku ini setiap malam pergi ke warung khamr
dan membelinya beberapa botol yang mampu dia beli. Setibanya di rumah dia buang
khamr itu di kamar mandi. Lalu berkata, “Aku telah mencegah beberapa kaum
muslimin dari minum khamr ini!”. Suamiku juga pergi ke tempat wanita-wanita
pezina, lalu ia membeli beberapa pelacur dan berkata, “Kalian sudah kubeli malam
ini, tutuplah tempat kalian ini sampai pagi!”. Lalu dia pulang dan berkata,
“Alhamdulillah aku telah mengurangi pemuda-pemuda muslim yang berbuat zina malam
ini!”. Dengan perbuatannya itu orang-orang mengira bahwa dia telah minum
khamr dan berbuat zina.
Aku pun berkata padanya, “Kalau engkau nanti meninggal
dunia, tidak ada dari kaum muslimin yang mau mengurusi jenazahmu, tidak pula
mau menguburmu!”. Suamiku tertawa, “Jangan takut wahai istriku, yang akan
menyolatiku adalah Khalifah kaum muslimin!”. Shultan pun menangis dan
berkata, “Dia benar! Aku adalah Shulthan Murad, besok kami akan memandikannya
dan menguburkannya”. Esok harinya Shultan, para ulama, orang-orang menyolati
jenazahnya.
Diterjemahkan dari http://www.al-madina.com/node/543471.
Pelajaran dari
kisah tersebut:
1. Serorang pemimpin yang
peduli dengan rakyatnya
2. Seorang pemimpin yang
menyembunyikan amal sholehnya
3. Seorang rakyat yang
menyembunyikan amal sholehnya
4. Allah ta’ala ta’ala
selalu mempertemukan jiwa-jiwa yang sholeh dengan caraNya. Sebagaimana sabda
Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam:
“الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف وما تناكر اختلف”
“Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama, maka yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling dekat, dan yang tidak bersesuaian akan saling berselisih”. [HR. Bukhari dan Muslim].
5. Siapa saja yang
memperbaiki apa yang tersembunyi, maka Allah akan memperbaiki apa yang tampak.
Dari Ma’qil bin Al
Jazariy berkata, “Dahulu para ulama saling memberi nasihat dengan nasihat ini
ketika bertemu, dan ketika berpisah mereka menuliskan saling menuliskan nasihat
ini;
مَنْ أَصْلَحَ سَرِيرَتَهُ أَصْلَحَ اللَّهُ عَلَانِيَتَهُ،
وَمَنْ أَصْلَحَ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ
النَّاسِ، وَمَنِ اهْتَمَّ بِأَمْرِ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللَّهُ أَمْرَ دُنْيَاهُ
“Barang siapa yang memperbaiki kerahasiannya dari manusia, maka Allah akan memperbaki lahiriyahnya. Barang siapa yang memperbaiki hubungannya dengan Allah, Allah akan memperbaiki hubungannya dengan manusia. Barang siapa yang perhatiannya adalah akhirat, maka Allah akan mencukupi kebutuhan dunianya” (Al Ikhlas wa An Niyah, Ibnu Abi Dunya, juz 1/54).
6. Anjuran untuk
menyembunyikan amal sholeh:
عن قيس بن أبي حازم قال سمعت الزبير بن العوام يقول أيكم
استطاع أن يكون له خبيئة من عمل صالح فليفعل . الزهد لابن المبارك 393.
Dari Qais bin Abi Hazim berkata, “Aku mendengar bahwa Zubair bin ‘Awwam berkata, “Siapa saja di antara kalian sanggup mempunyai amalan sholeh yang tersembunyi maka lakukanlah.” (Az-Zuhd li ibn Al-Mubarok, 393).
7. Di antara sifat Wali
Allah adalah orang yang gemar menyembunyikan amal sholehnya.
Hadaanallahu waiyyakum
ajma’in.
#Oleh: Achmad Tito
Rusady, 26 Ramadhan 1437 H. Ma’had ‘Ali Al Aimmah.
Komentar
Posting Komentar