(Oleh Achmad Tito Rusady Disampaikan
untuk Materi Pembuka PKPBA Jam Pertama)
الوقت كالسيف ان لم تقطعه قطعك
“Waktu
itu bagaikan pedang, jika engkau tidak menggunakannya untuk menebas, dia akan
menebasmu”
Mengapa ibarat di atas waktu diumpakan pedang? Ada yang menjawab
bahwa waktu itu sangat tajam karena cepatnya berlalu. Sehingga ketika waktu
yang dilewatkan tanpa mengambil faedah atau manfaat, akan menjadi kerugian dan
kesedihan yang menebas keberuntungan kita di masa yang akan datang.
Maka waktu lebih mahal dari emas. Waktu menjadi barang
yang sangat mahal. Semua orang yang hidup di dunia punya modal yang besar itu. Akan
tetapi banyak yang menyia-nyiakannya. Sehingga ia menjadi miskin dan melarat di
kemudian hari. Lalu menyesal ingin memutar kembali waktu yang dulu terbuang
percuma.
Menyesali kesalahan itu baik, jika setelah itu ia mau
berubah dan mau mengadakan perbaikan diri. Karena waktu terus berjalan. Sekelam
apa pun masa lalu, masa depan masih putih. Layaknya lembaran baru yang siap dituliskan
cerita-cerita indah, atau dilukiskan pemandangan yang indah.
Tidak usah membayangkan masa depan itu seperti masih jauh,
setahun lagi, sebulan lagi, seminggu lagi, atau seharu lagi. Itu akan membuat
kita sulit untuk memulai perbaikan bahkan cenderung menunda-nunda. Akan tetapi maknai
bahwa masa depan itu adalah detik-detik yang terus berjalan. Rasakanlah bahwa
tiap detik yang berdetak itu adalah lembaran baru. Sehingga kita bisa
mengisinya dengan hal-hal yang manfaat. Rasakanlah bahwa setiap detik yang
berdetak itu adalah emas, untuk membeli hal-hal yang manfaat seperti; ibadah, membaca,
menulis, berdiskusi, mendengarkan ceramah, membantu orang yang kesulitan, dan
seterusnya.
>> Isilah Waktu dengan
Kegiatan-Kegiatan Besar
Ada sebuah ilustrasi menarik. Seorang guru membawa sebuah
ember, bebatuan besar, krikil, pasir dan air. Pak guru bertanya, “Bisahkah
semua benda-benda ini dimasukkan ke dalam ember tanpa ada yang tumpah?”. Para murid
menjawab, “Bisa!”. Pak guru melanjutkan, “Kalau begitu, siapa yang ingin maju
ke depan untuk membuktikannya?!”. Majulah seorang murid dan ia mulai
membuktikannya. Mula-mula ia masukkan pasir. Lalu air setelah itu kerkil. Akan tetapi
air semakin naik dan akhirnya tidak mungkin lagi memasukkan bebatuan besar ke
dalam ember. Murid itu pun gagal membuktikannya. Singkat cerita, sang guru
kemudian membuktikan sendiri. Yang beliau lakukan adalah memasukkan semua bebatuan
besar ke dalam ember. Lalu ia bertanya kepada murid-muridnya, “Apakah sudah
penuh?”.
“Sudaaah!!!”, jawab para murid serentak. “Kalian yakin?”.
“Yakiiiin!!”. Setelah itu pak guru memasukkan kerikil. Dan ternyata kerikl itu
masuk melalui celah-celah yang ada. “Apakah ember ini sudah penuh?”, tanya pak
guru. “Sudaaah Pak”. Pak guru mulai memasukkan pasir, dan ternyata semua pasir
itu pun masuk ke dalam ember. “Apakah sudah penuh?”, tanya pak guru lagi. “Sudaaaah!
Pak! Pasti!”, jawab para murid penuh keyakinan. Akan tetapi pak guru menuangkan
air ke dalam ember. Dan hasilnya, semua air itu pun masuk. Tanpa ada yang
tumpah.
Ilustrasi di atas mempresentasikan hal berikut; bebatuan besar
adalah cita-cita akhirat. Kerikil adalah dunia. Pasir adalah dunia yang lebih
kecil. Air adalah dunia yang lebih kecil lagi. Dan air adalah dunia yang lebih
kecil dari yang lebih kecil lagi. Jika seseorang mengisi hidupnya dengan
kegiatan-kegiatan untuk menggapai cita-cita akhirat, maka dunia pun akan didapatinya.
Akan tetapi jika seseorang mengisi hidupnya dengan dunia, maka akhiat akan
mustahil bisa diraih, karena hidupnya sudah penuh dengan hal-hal duniawi.
Jadi, mulailah sekarang juga menjadi orang yang kaya karena waktu, dan menjadi ember yang penuh.
###
Komentar
Posting Komentar