Abu Abdirrahman
berkata:
لأن الله يغار أن يعلق الأمل بغيره"Karena Allah taala cemburu ketika kau gantungkan harapanmu kepada selainNya"
Sebuah kisah sarat nasihat, terjadi di masa dinasti Ustmani.
Tentang seorang lelaki faqir di Damaskus. Ia ditimpa kesusahan, sampai tidak
ada lagi jalan yang bisa ditempuh untuk sekedar mencari sesuap makanan.
Lelaki itu punya kerabat yang bekerja di pemerintahan dengan
pangkat yang tinggi di Istambul. Terlintaslah dalam benaknya bahwa ia akan
pergi kepadanya agar bisa bekerja di pemerintahan.
Setibanya di istana, ia bertemu dengan kerabatnya. Ia pun
menyabutnya. Singkat cerita, kerabatnya menuliskan surat kepada sultan meminta
agar kerabatnya ini diberikan pekerjaan yang layak di pemerintahan.
Setiap kali kerabatnya ini menemui sultan, ia melihat surat
yang telah ia kirim itu tidak berstempel. Ia pun mencoba menaruh suratnya di
urutan yang paling atas, namun hasilnya nihil. Sudah dua pekan surat itu tidak
berstempel.
Lalu kerabatnya ini berencana membantu saudaranya ini dengan
cara yang tidak umum, yakni dengan cara membuatnya mentauhidkan Allah ta'ala.
Ia menemui saudaranya dengan muka masam dan menyampaikan padanya kata-kata yang
memilukan, "Engkau tahu bahwa batas bertamu adalah tiga hari. Sedangkan
engkau sudah lebih dari tiga hari. Cukup sampai di sini, pergilah!".
Ketika ia mendengar kata-kata yang memilukan dan penolakan
yang kurang sopan itu, ia terpaksa meninggalkan istana dalam keadaan sedih dan
menangis.
Akan tetapi di belakang itu, kerabatnya ini mengirim seorang
pembantu untuk mengikuti ke mana saudaranya ini pergi. Ternyata ia pergi ke
sebuah penginapan.
Di hari berikutnya, tanpa disangka sultan menyetujui surat
itu dan ia pun diterima bekerja di pemerintahan.
Hikmah dari kisah tadi, bahwa selama lelaki fakir tadi di
istana, ia menggantungkan harapannya dan mengandalkan kerabatnya sepenuhnya. Ia
lupa pada Allah ta'ala. Oleh karenanya sultan tidak menghiraukan suratnya.
Namun ketika kerabatnya ini menolaknya dengan penolakan yang
buruk, putuslah harapannya pada kerabatnya itu. Ia bersandar hanya kepada Allah
taala. Ketika ia mengikhlaskan harapannya hanya kepada Allah taala. Allah taala
memberi ilham kepada sultan untuk menandatangani surat lamarannya. Ini sebuah
kaidah yang penting.
Yakni, setiap kali engkau gantungkan harapanmu kepada
manusia, niscaya kecewalah hatimu. Karena Allah taala cemburu ketika kau
gantungkan harapanmu kepada selainNya, ketika kau mengandalkan selainNya,
ketika kau meminta diselamatkan oleh selainNya, atau ketika kau merendahkan
wajahmu kepada selainNya.
Seorang mukmin dengan Allah taala, hendaknya merendah dan
menghinakan diri di hadapanNya. Sedangkan di hadapan manusia, hendaknya ia tampilkan
kewibawaannya, tidak boleh merendahkan diri.
Merendahlah
hanya untuk Allah ta’ala
Karena jika engkau menghinakan diri di hadapanNya, putuslah
harapanmu kepada manusia. Begitulah seharusnya seorang mukmin.
Komentar
Posting Komentar