Sekaranglah saatnya hati kita
melembut dan tunduk serta menangis. Allah ta’ala telah menegur kita dalam
firmanNya:
{ أَلَمْ يَأْنِ
لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ
الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ
عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ}
[الحديد: 16]
Artinya:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al
Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik.” QS. Al Hadid: 16.
Ayat ini turun setelah tiga belas
tahun Al Qur’an diturunkan. Sejak para sahabat yang masuk Islam di awal-awal,
saat surat pertama turun, tiga belas tahun kemudian ayat ini turun sebagai nasihat
sebagaian para sahabat yang belum juga khisyu’ dalam mendengarkan Al Qur’an[1].
Lantas bagaimana dengan kita? Sudah berapa lama kita berislam? Belumkah tiba
masanya kita untuk tunduk dan menangis serta bergetar hati kita saat
mendengarkan Al Qur’an?
“Adapun hati yang lainnya, hitam kelam, layaknya cangkir yang terjungkir. Ia tidak mengenali yang ma’ruf. Tidak pula mengingkari yang mungkar, melainkan hanya apa yang diserap dari hawa nafsunya”. (HR. Muslim).
>> Cangkir
yang Terbalik
Betapa kerasnya hati sehingga
diibaratkan seperti cangkir terbalik. Semua jenis minuman yang baik dan yang
bergizi tidak akan bisa masuk ke dalam gelas tersebut walau setetes pun. Mengapa
hati bisa seperti itu? Allah ta’ala sudah menegur kita dalam ayat tersebut di
atas,
“janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras”
Hal itu karena kebenaran yang
ditelantarkan, tak disambut, diacuhkan, dan tidak dipedulikan hingga sekian
waktu yang lama sampai hati mereka mengeras.
ثم لم يدوموا عليه، ولا ثبتوا، بل طال عليهم الزمان واستمرت بهم
الغفلة، فاضمحل
إيمانهم وزال إيقانهم،
“Kemudian mereka (ahli kitab) itu tidak membersamai Al Kitab dan tidak pula berpegang teguh padanya, bahkan sampai berlalu masa yang panjang mereka terus dalam kelalaian, iman mereka menjadi rabun dan habislah waktu tenggang mereka”.[2]
Jika habis masa tenggang hati
untuk menerima kebenaran, maka selanjutnya hati tidak pernah bisa menerima
kebenaran. Wal’iyadzubillah….
>> Hati
yang Lebih Keras dari Gunung
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (٢١).
”Kalau
sekiranya kami menurunkan Al Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kami akan melihatnya
tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah”. (Qs. Al Hasyr: 21)
Ibnu Qayyim
mengatakan,”Sungguh mengherankan ternyata segumpal daging ini lebih keras dari
gunung-gunung itu. Mendengar ayat-ayat Allah dibacakan dan disebutkan
Rabb tabaaraka wa ta’ala tetapi tidak pernah lunak dan tidak
juga khusyu serta melembut. Oleh karena itu, tidak aneh jika Allah menciptakan
api untuk melelehkannya, jika hati tersebut tak kunjung meleleh melalui ucapan,
peringatan dan nasihat. Barangsiapa yang hatinya tidak melembut karena Allah di
dunia ini dan tidak bertaubat kepadaNya, juga tidak tersentuh untuk mencintai,
menangis dan takut karenaNya, silahkan bersenang-senang sejenak karena
baginya telah menunggu pelembut yang dahsyat dan akan dikembalikan kepada
Allah yang Maha Mengetahui yang ghaib, sehingga dia dapat melihat (hakikat
kebenaran).
>> Taubatnya
Fudhail bin ‘Iyadh (rahimahullah)[3]
Seorang
tetangga Fudhail bin Iyadh berkata, “Fudhail bin Iyadh adalah perampok (hebat)
sehingga tidak memerlukan partner atau tim dalam merampok. Suatu malam dia
pergi untuk merampok. Tak berapa lama ia pun bertemu dengan rombongan kafilah.
Sebagian naggota kafilah itu berkata kepada yang lain, “Jangan masuk ke desa
itu, karena di depan kita terdapat seorang perampok yang bernama Fudhail.”
Fudhail
yang mendengar percakapan anggota kafilah itu ternyata gemetar, dia tidak
mengira bahwa orang-orang sampai setakut itu terhadap gangguan darinya, ia
merasa betapa dirinya ini memberi mudharat dan bahaya bagi orang lain. Fudhail
pun berkata, “Wahai kafilah, akulah Fudhail, lewatlah kalian. Demi Allah, aku
berjanji (berusaha) tidak lagi bermaksiat kepada Allah selama-lamanya.” Sejak
saat itu Fudhail meninggalkan dunia hitam yang telah ia geluti itu.
Dikisahkan
dari jalur riwayat yang lain, ada tambahan kisah bahwa Fudhail menerima kafilah
tersebut sebagai tamunya pada malam itu. Dia berkata, “Kalian aman dari
Fudhail.” Lalu Fudhail mencari makanan untuk ternak mereka. Manakala dia
pulang, dia mendengar seseorang membaca ayat,
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(QS. Al-Hadid: 16)
Mendengar
ayat tersebut Fudhail berkomentar, “Berita-berita kami ditampakkan! Jika Engkau
menampakkan keadaan kami, maka apa yang kami sembunyikan pasti akan terlihat
dan kami akan malu. Jika Engkau menampakkan amalan kami, maka kami akan celaka
karena adzab-Mu.”
Dan
aku (tetangga Fudhail) mendengarnya mengatakan, “Kamu berhias untuk manusia,
berdandan untuk mereka, dan kamu terus berbuat riya’, sehingga mereka
mengenalmu sebagai seorang yang shaleh. Mereka menunaikan kebutuhanmu,
melapangkan tempat dudukmu (menyambutmu), dan bermuamalah denganmu karena
mereka salah duga. Keadaanmu benar-benar buruk jika demikian adanya.”
Aku
juga mendengarnya mengatakan, “Jika kamu mampu untuk tidak dikenal, maka
lakukanlah. Kamu tidak rugi walaupun tidak dikenal, dan kamu tidak rugi
walaupun kamu tidak dipuji. Kamu tidak rugi walaupun kamu tercela di mata
manusia, asalkan di mata Allah kamu selalu terpuji.”
Al faqir: Achmad Tito Rusady, ghofarollahu lahu..
[1] http://www.alukah.net/sharia/0/94790/,
أألم يأن للذين آمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله،
خطبة الشيخ د. خالد بن عبدالرحمن الشايع
[3] Read more
https://kisahmuslim.com/3718-taubatnya-fudhail-bin-iyadh.html
Komentar
Posting Komentar