وَفِي سُنَنِ ابْنِ مَاجَهْ مِنْ
حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: كُنْتُ عَاشِرَ
عَشْرَةِ رَهْطٍ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِوَجْهِهِ فَقَالَ: «يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسُ خِصَالٍ
أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ: مَا ظَهَرَتِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ
حَتَّى أَعْلَنُوا بِهَا إِلَّا ابْتُلُوا بِالطَّوَاعِينِ وَالْأَوْجَاعِ الَّتِي
لَمْ تَكُنْ فِي أَسْلَافِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا، وَلَا نَقَصَ قَوْمٌ
الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا ابْتُلُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ
وَجَوْرِ السُّلْطَانِ، وَمَا مَنَعَ قَوْمٌ زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا
مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ فَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا،
وَلَا خَفَرَ قَوْمٌ الْعَهْدَ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ
غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ، وَمَا لَمْ تَعْمَلْ
أَئِمَّتُهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ
بَيْنَهُمْ» .
Di dalam Sunan ibnu Majah dari hadith Abdullah bin Umar bin Khattab
berkata, “Aku termasuk salah satu dari sepuluh orang-orang Muhajirin bersama
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Lalu beliau menghadap kepada kami dan
bersabda, “Wahai orang-orang Muhajirin. Aku berlindung pada Allah jauhilah oleh
kalian dari lima perkara. Pertama, tidaklah zina tampak pada suatu kaum dan
mereka terang-terangan melakukannya, kecuali mereka akan diuji dengan penyakin
tho’un dan bermacam-macam bentuk kelaparan yang tidak pernah terjadi pada
orang-orang sebelum kalian. Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi timbangan dan
takaran melainkan akan diuji dengan musim paceklik, sulitnya kehidupan dan
jahatnya penguasa. Ketiga, tidaklah suatu kaum menahan zakat mal mereka keculai
hujan akan ditahan untuk mereka. Sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya
mereka tidak dapat hujan. Keempat, tidaklah suatu kaum mengingkari janji/amanah
kecuali Allah ta’ala akan menjadikan penguasa mereka adalah musuh mereka yang
bukan dari mereka. Para pemimpin itu mengambil sebagian milik rakyatnya.
Kelima, tidaklah para pemimpin mengabaikan hukum yang ada di dalam kitabullah,
kecuali Allah akan menjadikan mereka saling bermusuhan”.
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah. Dari hadith di atas
tadi, menunjukkan bahwa ternyata
dosa dan
maksiat manusia tidak hanya berdampak buruk pada dirinya sendiri, akan
tetapi juga kepada sekitarnya. Mari kita perinci kembali poin-poin dosa dari hadith tersebut:
1. Pertama, tidaklah zina tampak pada suatu kaum dan mereka
terang-terangan melakukannya, kecuali mereka akan diuji dengan penyakin tho’un
dan bermacam-macam bentuk kelaparan yang tidak pernah terjadi pada orang-orang
sebelum kalian. (ma’asyiral muslimin rahimakumullah, tampaknya hal tersebut sudah terjadi di tengah-tengah kita. Dimana zina telah terjadi di mana-mana, baik
zina mata, zina sentuhan, hingga zina kemaluan, dan sampai tingkat yang sangat parah, para pelakunya tidak lagi merasa berdosa dan tidak merasa bersalah, hingga terang-terangan melakukannya na’udzubillah min dzalik. Lalu berbagai penyakit telah menimpa orang-orang berzina, seperti hiv
aids, herpes, sifilis, gonore, kangker serviks dan lain-lain dengan resiko
kematian yang sangat tinggi).
2. Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi timbangan dan takaran
melainkan akan diuji dengan musim paceklik, sulitnya kehidupan dan jahatnya
penguasa. (Apakah yang demikian telah terjadi di tengah-tengah kita?
Jika iya, maka ini adalah musibah besar. Kecurangan, penipuan, kebohongan,
dan pengkhianatan telah terjadi dalam transaksi jual beli. Suatu tanda bahwa
para pelakunya lebih mementingkan dunia, tidak peduli dengan hari pembalasan.
Maka Allah ta’ala menghukum mereka
dengan
hukuman yang tidak hanya terjadi pada si pelakunya, melainkan dampak
negatifnya menyebar sampai kepada tingkat negara, yakni penguasa yang jahat.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, ini adalah framework (manhaj)
Islam, bahwasannya kelaliman penguasa, adalah dampak dari kelaliman rakyatnya. Ada banyak sekali dalil baik di dalam Al Qur’an maupun Al Hadith, yang menerangkan bahwa
penguasa yang buruk adalah hukuman dari Allah ta’ala,
untuk
masyarakat yang buruk. Dan pemimpin yang buruk akan dihukum oleh Allah ta’ala
dengan hukuman yang lebih berat di akhirat kelak.
Allah ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Dan demikianlah, kami jadikan sebagian orang dzhalim menguasai/
memimpin orang dzhalim yang lain disebabkan perbuatan mereka (Q.S al-An’am:129).)
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma
menafsirkan firman Allah ta’ala tersebut:
إِذَا رَضِيَ اللهُ عَنْ قَوْمٍ وَلَّى أَمْرَهُمْ خَيِارَهُمْ،
إِذَا سَخِطَ اللَّهُ عَلَى قَوْمٍ وَلَّى أَمْرَهُمْ شِرَارَهُمْ
Jika Allah
meridhai suatu kaum, Allah akan jadikan pemimpin mereka adalah orang terbaik di
antara mereka. Jika Allah murka pada suatu kaum, Allah jadikan pemimpin mereka
adalah orang terburuk di antara mereka (Tafsir alQurthuby (7/855}}.
سمعتهم يَقُولُونَ إِذا فسد النَّاس أُمِّرَ عَلَيْهِم شرارهم
Al-A’masy menyatakan: Jika manusia telah rusak, Allah jadikan
pemimpin mereka adalah yang terburuk di antara mereka (ad-Durrul Mantsur karya
as-Suyuthy (4/134)).
Dahulu Bani Israel juga pernah dipimpin oleh raja
Nebuchadnezzar yang terkenal zhalim. Di dalam Ad Daa’ wa Ad Dawaa’ dikatakan;
ونظر
بعض أنبياء بني إسرائيل الى ما يصنع بهم بختنصر فقال
بما كسبت أيدينا سلطت علينا من لا يعرفك ولا يرحمنا
“Sebagian para Nabi di kalangan Bani Israil
melihat perbuatan yang dilakukan raja yang kejam, yakni Nebuchadnezzar, dengan
mengatakan, “Karena perbuatan kamilah, Engkau telah menjadikan penguasa kami
adalah orang yang tidak mengenalMu dan tidak meyayangi kami”. (Ditakhrij
oleh Ibn Abi Dunya dalam Al ‘Uqubaat, hlm. 29)[1].
وقال
بختنصر لدانيال: ما الذي سلطاني على قومك ؟ قال عظم
خطيئتك وظلم قومي أنفسهم ...
Suatu
kali Nebuchadnezzar pernah berkata
kepada Danial, “Mengapa aku yang memimpin kaummu sekarang?”. Danial menjawab,
“Karena besarnya keasalanmu dan kezaliman kaumku sendiri”. (Ditakhrij oleh Ibn
Abi Dunya dalam Al ‘Uqubaat, hlm. 28)[2].
3. Ketiga, tidaklah suatu kaum menahan zakat mal mereka kecuali hujan
akan ditahan untuk mereka. Sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya mereka
tidak dapat hujan. (ini jelas, bahwa zakat mal hukumnya wajib bagi
orang-orang yang hartanya telah sampai pada nishob dan haulnya, maka hendaknya
hal ini menjadi perhatian kaum muslimin, yang ditandai dengan mempelajarinya
serta mengamalkannya).
4. Keempat, tidaklah suatu kaum mengingkari janji/amanah
إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ
kecuali Allah ta’ala akan menjadikan penguasa mereka
adalah musuh mereka yang bukan dari mereka. (Artinya jika penduduk suatu negeri telah menjadi orang-orang yang mudah mengingkari janji, mengkhinati amanah, maka
tunggulah bahwa Allah ta’ala
akan menjadikan pemimpin mereka dari musuh mereka, bahkan bukan dari etnis
mereka, na’udzubillah min dzalik).
5. Kelima, tidaklah para pemimpin mengabaikan hukum yang ada di dalam
kitabullah, kecuali Allah akan menjadikan mereka saling bermusuhan”.
(Ini nasihat bagi para pemimpin, yakni mulai dari pemimpin keluarga, organisasi, RT, RW, camat, lurah, walikota, gurbernur sampai presiden, hendaknya mereka menegakkan hukum-hukum yang ada di dalam Al Qur’an, karena Al
Qur’an adalah pedoman hidup kita, tips dan kiat untuk hidup yang damai dan
berkeadilan. Jika hal tersebut dilakukan, maka Allah ta’ala akan membuat kehidupan rakyatnya
dalam kerukunan, sejahtera, dan harmoni).
Jama’ah rahimakumullah, itulah lima bencana yang
hendaknya kita hindari dan harus kita perbaiki apabila sudah terjadi. Perbaikan itu adalah taubat dan kembali kepada Allah ta’ala dari segala bentuk maksiat.
Meninggalkan dosa, akan membawa keberkahan dari Allah
yang tidak hanya untuk diri sendiri melainkan
untuk negeri ini. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا
فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (96
“Jika sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf: 96).
Baarokallahu
li walakum..
oleh: Achmad Tito Rusady
oleh: Achmad Tito Rusady
Komentar
Posting Komentar