(Serial Mengenal Kaidah Bahasa Arab Episod 4)
Di suasana idul
fitri, Salim mengajak Ujang sowan ke rumah Gus Sholeh. Pengasuh Pondok
Pesantren Modern yang kerap ramai dengan kajian-kajian bahasa Arab. Termasuk kajian
nahwu dan shorof.
Ujang dan Salim : “Assalamu’alaykum”..
Gus Sholeh : “Wa’alaykumussalam... Ahlan*!
Tafadhol* ya Salim!”
Salim : “Syukron Gus. Ini teman
saya, Ujang.”
Gus Sholeh : “Ahlan... Asalnya mana?”
Ujang : “Saya asli Medan, Gus”.
Gus Sholeh : “Oh, masyaAllah... Horas..”,
canda Gus Sholeh. Ujang pun terkekeh. Beberapa saat kemudian suguhan kopi dihidangkan.
Gus Sholeh : “Tafadhol... Ini qohwah*
tumbuk asli jawa. Ayo Salim, Ujang!”. Terang Gus Sholeh sembari mempersilahkan
mereka minum. Dan mereka berdua pun tampak hanyut dalam nikmatnya secangkir
kopi jawa asli. Perbincangan menjadi serasa sehangat kopi, di pagi yang segar kala itu. Sehingga
tidak terasa sudah tiga puluh menit berlalu.
Ujang :
“Jadi dzikir dengan nama-nama Allah ta’ala secara tunggal itu, bukan kalimat
sempurnya ya Gus?”
Gus Sholeh : “Ya. Belum sempurna. Harus diberi
khobar. Ya Rohmaan, adalah bentuk mubtada’ dengan harfu nida’. Khobarnya harus
ada. Misalnya, irhamni (sayangi aku). Ya Rohamaan irahmni... Ya
ghoffaar ighfir dzunuubii (wahai Maha Pengampun, ampunilah aku). Dan seterusnya.
Dan kalau kita lihat doa para Nabi dengan nama-nama Allah ta’ala, itu pasti
kalimatnya sempurna. Perhatikan , kata yang digarisbawah ini:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ
هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ (38)
Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya
seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang
baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendenganr do’a”. (Ali Imron : 38).
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ
الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ (127) رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ
أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (128)
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan
(membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan
kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui". Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang
tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang
tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS. Al Baqoroh:
127-128).
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي
نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ (35)
(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam
kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena
itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. Ali Imran: 35).
وَزَكَرِيَّا
إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
(89)
“Ya Tuhanku janganlah engkau biarkan aku hidup seorang diri dan engkaulah pewaris yang paling baik.” (QS.Al-Anbiya:89)
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي
مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83)
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya
Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang" (QS.Al-Anbiya:83)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Fatimah
(puterinya), “Apa yang menghalangimu untuk mendengar wasiatku atau yang
kuingatkan padamu setiap pagi dan petang yaitu ucapkanlah:
يَا
حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ
وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا
“Ya hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa
ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan
[artinya: Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang
Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta
pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali
pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya].”
(HR. Ibnu
As Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah no. 46, An-Nasa’i dalam
Al-Kubra 381: 570, Al-Bazzar dalam musnadnya 4/ 25/ 3107, Al-Hakim 1: 545.
Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani
dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 227).
Ujang : “Oo... Saya sering
dengar orang baca ya Rozzaaq berkali-kali. Bagaimana itu Gus?
Gus Sholeh : “Itu nama Allah ta’ala yang
agung. Ya Rozzaaq artinya wahai Yang Maha Memberi Rejeki. Maka harus
disempurnakan kalimatnya dengan urzuqni (beri rejeki aku)”. Gus Sholeh
terdiam sejenak melihat Pak Amir kebetulan melintas di depan rumahnya. “Pak
Amir! Pak Amir!” panggil Gus Sholeh.
Amir :
“Dalem Gus”, jawab Pak Amir. Gus Sholeh tetap saja memanggil namanya
berkali-kali, “Pak Amir! Pak Amir”, padahal Pak Amir sudah berada di hadapan
Gus Sholeh. Pak Amir bingung tidak karuan. Sampai menyangka, jangan-jangan Gus
Sholeh marah kepadanya.
Gus Sholeh : “Sampeyan paham mengapa
saya panggil berkali-kali?”
Amir :
“Tidak Gus”, jawabnya gugup.
Gus Sholeh : “Nah, kalian semua tahu kan,
bahwa memanggil saja tidak cukup. Kita harus jelaskan alasan mengapa kita
memanggil”. Ujang dan Salim menangguk paham. “Begini Pak Amir. Minta tolong
ingatkan jama’ah ya, kajian kita rutin kita nanti malam libur dulu sampai
pertengahan syawal, insyaAllah”, lanjut Gus Sholeh.
Amir : “Nggeh, siap
Gus!”, balas Pak Amir.
****
Sepulang dari rumah Gus
Sholeh, Salim membuka kitab Majmu’
Fatawa karya Ibnu Taimiyah, jilid 10 halaman 556. Tertulis di dalamnya keterangan,
الشَّرْع لَمْ يَسْتَحِب مِنْ الذِّكْرِ
إلَّا مَا كَانَ كَلَامًا تَامًّا مُفِيدًا مِثْلَ: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ،
وَمِثْلَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، وَمِثْلَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَمِثْلَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ.. فَأَمَّا الِاسْمُ الْمُفْرَدُ
مُظْهَرًا مِثْلَ: اللَّهُ، اللَّهُ، أَوْ مُضْمَرًا مِثْلَ: هُوَ، هُوَ ـ فَهَذَا
لَيْسَ بِمَشْرُوعِ فِي كِتَابٍ وَلَا سُنَّةٍ، وَلَا هُوَ مَأْثُورٌ أَيْضًا عَنْ
أَحَدٍ مِنْ سَلَفِ الْأُمَّةِ.
“Di dalam syari’at
tidak diperkenankan membaca dzikir kecuali dengan dzikir yang mengandung
kalimat sempurna, seperti “laa ilaha illallah, Allahuakbar”. Juga “Subhanallah
walhamdulillah, laa haula wala quwwata illa billah”. Adapun dzikir yang
tersendiri semisal, “Allah... Allah....” atau dengan dhomir (kata ganti)
seperti, “huwa.... huwa....” maka ini tidak disyari’atkan baik di dalam Al Qur’an
maupun Sunnah. Tidak pula pernah diamalkan oleh orang-orang yang telah
mendahului umat sekarang ini...”
Kosa kata baru:
Ahlan : selamat datang
Tafadhol :
silahkan (monggo)
Komentar
Posting Komentar