Khobar yang diawalkan dan mubtada’ yang diakhirkan

(Serial Mengenal Kaidah Bahasa Arab, Episod 4)


Ujang             : “Lim, bisakah khobar itu di depan, dan mubtada’nya di belakangnya?”

Salim             : “Bisa. Tapi ada syaratnya. Pertama, mubtada’nya harus nakiroh. Dan khobarnya harus syibhul jumlah”.

Ujang             : “Emm... Bisa Kau ulangi sedikit apa itu syibhul jumlah, Lim? Aku agak setengah ingat”.


Salim             : “Syibhul jumlah adalah jar wa majrur. Dalam hal ini kita mesti tahu apa saja huruf jar. Misalnya, fil masjidi (di dalam masjid), minal baiti (dari rumah), lilustadzi (milik/bagi ustadz). Nah, huruf fi, min, dan li, adalah huruf jar. Sedangkan masjidi, baiti, ustadzi, itu semua disebut dengan majrur. Fahimta?

Ujang             : “Fahimtu, walhamdulillah”.

Salim             : “Nah sekarang kita buat kalimat fil masjidi ustadzun (di dalam masjid ada ustadz), fil baiti tholibun (di dalam rumah ada siswa), lil ustadzi hadiyyatun (milik/bagi seorang ustadz ada hadiah). Perhatikan semua syibhul jumlah dalam kalimat tersebut. Itu semua adalah khobar. Dan letaknya dimana?”

Ujang             : “Di depan”.

Salim                         : “Tepat sekali. Dan kata yang jatuh setelah syibhul jumlah  adalah mubtada’. Nah, dalam bentuk seperti inilah khobar itu boleh di depan, dan mubtada’ berada di belakang”.

Ujang             : “Berarti, boleh kubilang bahwa semua jar majrur adalah khobar?”

Salim             : “Ya”.

Ujang             : “Ah, coba kubuat kalimat. Fil qur’ani ayatun (di dalam qur’an ada ayat). Betul kah?”

Salim             : “MasyaAllah.. Mumtaz!

Ujang             : “Fil haqibati al-qolamu (di dalam tas ada pena)”.

Salim             : “Kurang tepat. Karena syaratnya, mubtada’ harus nakiroh. Maka yang benar, fil haqibati qolamun.”

Ujang             : “Ooo... MasyaAllah.. walhamdulillah..”

Salim             : “Thoyyib. Pertanyaan, bagaimana kalau kita ingin menekankan kalimat tersebut dengan huruf inna (sesungguhnya)?”

Ujang             : “Lho, bisa kah diberi huruf inna?”

Salim             : “Ya, itu sih terserah kita Jang. Kalau kita ingin meyakinkan orang, kita kan harus menambah kata ‘sesungguhnya’. Sehingga kalimat tersebut dirasa lebih serius”.

Ujang             : “Ah, baiklah. Coba Kau jelaskan , Lim”.

Salim             : “Thoyyib. Contohmu tadi, Fil qur’ani ayatun. Kita masukkan inna. Maka; inna fil qur’ani ayatan. Perhatikan Jang. Kau masih ingat kan, bahwa tugas inna itu membuat isimnya berharakat fathah dan atau fathatain. Maka dalam kalimat tersebut, yang terkena tugasnya inna ada pada kata ayatan.”

Ujang             : “Kok bisa, Lim?”

Salim             : “Karena dia mubtada’, Jang. Nah, supaya semakin jelas – insyaAllah-, coba kau kerjakan latihan berikut ini:


Awalkan khobarnya dan akhirkan mubtada’nya, seperti contoh:

إِنَّ في الفصلِ إستاذًا
إِنَّ الأُستاذَ فِي الفَصْلِ
1
إِنَّ في الحقيبةِ قَلَماً
إنَّ القلمَ في الحَقِيْبَةِ
2
...............................
إنَّ الطالبَ في البيتِ
3
...............................
إنَّ الـمَفَازَ لِلمُتَّقِيْنَ
4
...............................
إِنَّ الهديةَ لِلْأُستاذِ
5
...............................
إِنَّ العَدُوَّ مِنْ أزْوَاجِكُمْ وَ أَوْلاَدِكُمْ
6

  






Kunci jawaban:
إِنَّ في الفصلِ أستاذًا
إِنَّ الأُستاذَ فِي الفَصْلِ
1
إِنَّ في الحقيبةِ قَلَماً
إنَّ القلمَ في الحَقِيْبَةِ
2
إن في البيت طالباً
إنَّ الطالبَ في البيتِ
3
إِنَّ للمتّقين مَفازًا (سُوْرَةُ النَّبَأ:31)
إنَّ الـمَفَازَ لِلمُتَّقِيْنَ
4
إن لِلأُستاذِ هديةً
إِنَّ الهديةَ لِلْأُستاذِ
5
إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا (سُوْرَةُ التَّغَابُن:14)
إِنَّ العَدُوَّ مِنْ أزْوَاجِكُمْ وَ أَوْلاَدِكُمْ
6


Kosa kata baru:
-         Fahimta          : kau sudah faham
-         Fahimtu         : aku sudah faham

-         Mumtaz         : hebat

Komentar