Khutbah Idul Adha 1438 H: "Kehilangan Sesuatu karena Allah ta’ala"


Oleh: Achmad Tito Rusady, S.S., M.Pd
(Anggota Bidang Dakwah Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah dan KOKAM Malang Kota)

الحمد لله الملك الوهاب الرحيم التواب ، خلق الناس كلهم من تراب ، وهيأهم لما يكلَّفون به بما أعطاهم من الألباب ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له بلا شك ولا ارتياب ، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله الذي أنزل عليه الكتاب ، تبصرة وذكرى لأولي الألباب صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم المآب وسلم تسليمًا .

أما بعد: أيها الناس اتقوا ربكم وتوبوا إليه فإن الله يحب التوابين واستغفروه من ذنوبكم فإنه خير الغافرين ، توبوا إلى ربكم مخلصين له الدين بالإقلاع عن المعاصي والندم على فعلها والعزم على أن لا تعودوا إليها فهذه هي التوبة النصوح التي أمرتم بها: {يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ.


Allahuakbar… Allahuakbar… walillahilhamd.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah taa’ala karena Dialah yang pantas untuk dipuji, atas segala nikmat dan karunia yang ada pada kita sampai hari ini. Hari di mana umat Islam seluruh dunia merayakannya, hari raya Iedul Adha 1438 H, sebagai bagian dari ibadah yang agung.

Sholawat beserta salam semoga terlimpahkan kepada uswah hasanah kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, berserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang setia hingga akhir jaman.


Allahuakbar… Allahuakbar… walillahilhamd

Di hari raya idul adha ini kita senantiasa mengingat sebuah peristiwa yang agung, yang terjadi pada nabi kita Ibrahim dan Ismail ‘alayhimassalaam. Keduanya menjadi teladan yang baik nan abadi bagi generasi selanjutnya, teladan dalam ketaatan dan ketaqwaan yang sejati kepada Allah ta’ala. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Sungguh telah ada teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya……”,(QS. Al Mumtahanah: 4).

            Mari kita petik beberapa pelajaran dari kisah Nabi kita Ibrahim ‘alayhissalam, bermula dari kerinduan beliau akan lahirnya seorang anak dari rahim istrinya. Dikatakan bahwa beliau telah menanti seorang anak selama 83 tahun lamanya. Beliau terus berdoa kepada Allah taala dan bersabar menanti jawabannya, sebagaimana beliau berdo’a:

ربِّ هَبْ لِى مِنَ الصَّالِحِيْنَ (۱۰۰(
Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Qs. ash-Shâffât/37 ayat  100). Demikianlah kita dalam berdo’a, hendaknya bersabar dalam menanti jawabannya. Sebab semua doa yang kita panjatkan itu pasti terkabulkan, asalkan kita terus menerus melakukannya. Sebagaimana dalam sabda Nabi :

لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الِاسْتِعْجَالُ قَالَ 

يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
“Senantiasa akan dikabulkan (permintaan/doa) seorang hamba selama dia tidak berdo’a dalam perkara dosa/itsm, dan perkara yang memutus silaturrahim, serta selama tidak tergesa-gesa dalam do’anya”. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Apa yang dimaksud tergesa-gesa dalam do’a Ya Rasulullah?’ Beliau bersabda, “dia mengatakan aku telah berdo’a, aku telah berdo’a namun aku tidak melihat Allah mengabulkannya untukku’ kemudian ia pun berpaling dan meninggalkannya [HR. Muslim no. 2735.].

Dan Allah pun mengabulkan doa Nabi Ibrahim,

فَبَشَّرْناَهُ بِغُلاَمٍ حَلِيْمٍ (۱۰۱)
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (Qs. ash-Shâffât/37 ayat  101).

Anak laki-laki itu bernama Ismail, seorang anak yang shalih lagi berbakti kepada kedua orang tuanya. Cinta dan kasih sayang sang ayah senantiasaو bersemi pada anak yang telah lama dinanti itu. Dan, seketika ujian berat itu pun datang,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Dan tatkala anak itu mulai beranjak dewasa berusaha bersama-sama Ibrâhîm, Ibrâhîm berkata kepadanya: "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?" Isma'il menjawab: "Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar". (Qs. ash-Shâffât/37 ayat  102).

Keduanya pun menjawab perintah Allah ta’ala tersebut dengan iman, sehingga perintah Allah ta’ala itu dapat terlaksana. Ketaatan yang sangat inggi, sehingga tidak ada ruang untuk berlogika, tidak pula mengikuti berperasaan, dan juga tidak pula memikirkan komentar orang lain. Itulah terjemahan dari slogan orang beriman, yakni sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami ta’at).




Allahuakbar...Allahuakbar walillahilhamd...

Di dalam sebuah liratur yang shahih, yang ditulis oleh para ahli tafsir seperti Ibnu Katsir, Al Qurthubi dan Al Baghawi, tentang dialog yang terjadi antara Nabi Ibrahim bersama putranya, saat menghadapi situasi yang berat bagi mereka berdua.

Ketika Ismail tengah berbaring, ia berwasiat kepada ayahnya:
يَا أَبَتِ اشْدُدْ رِبَاطِيْ حَتَّى لاَ أَضْطَرِبَ....
Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.

وَاكْفُفْ عَنِّي ثِيَابَكَ حَتَّى لاَ يَنْتَضِحَ عَلَيْهَا مِنْ دَمِّيْ شَيْءٌ فَيَنْقُصَ أَجْرِيْ وَتَرَاهُ أُمِّيْ فَتَحْزَنُ....
Wahai Ayahku, singsingkanlah baju ayah agar darahku tidak mengotori baju ayah maka akan berkurang pahalaku karenanya, dan (jika nanti) ibunda melihat bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih

وَيَا أَبَتِ اسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ وَأَسْرِعْ مَرَّ السِّكِّيْنِ عَلَى حَلْقِيْ لِيَكُوْنَ أَهْوَنُ عَلَيَّ فَإِنَّ الْمَوْتَ شَدِيْدٌ....
Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amatlah dahsyat.

وَإِذَا أَتَيْتَ أُمِّيْ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنِّيْ.... وَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تَرُدَّ قَمِيْصِيْ عَلَى أُمِّيْ فَافْعَلْ....
Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam (kasih)ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.

فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيْمُ : نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى....
(Saat itu, dengan penuh haru) Ibrahim berkata: "Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Taala ".

Allahuakbar… Allahuakbar… walillahilhamd.

Dari dialog tadi, betapa kita saksikan rasa cemas dan takut yang menghinggapi mereka berdua, sebab sebentar lagi mereka akan berpisah untuk menjalankan perintah Allah ta’ala. Hal yang demikian sangatlah manusiawi. Akan tetapi Nabi Ibrahim dan Ismail, tetap menjadikan perintah Allah ta’ala adalah harga mati, yang tidak bisa ditawar lagi. Berat memang, dan tidak semua orang bisa lolos dalam ujian ini. Akan tetapi, kita tetap harus berusaha semaksimal yang kita bisa, dengan selalu mengingat janji Allah ta’ala:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
..Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya..” (QS. At Tholaq: 2-3].

Mari kita lihat ayat tersebut, mengapa Allah ta’ala memberi orang yang bertaqwa rejeki dari arah yang tidak disangka? Jawabannya adalah agar orang yang bertaqwa itu, bisa merasakan kebahagian yang berlipat-lipat. Seperti halnya seseorang yang mendapatkan hadiah yang bersifat kejutan. Pasti ia akan merasakan kebahagiaan yang amat sangat. Demikianlah  Nabi Ibrahim alayhissalam, tanpa beliau sangka, Allah ta’ala mengganti Ismail dengan seekor domba yang besar. Sehingga Nabi Ibrhaim tetap mendapatkan kembali puteranya, dalam suasana yang tentu lebih bermakna dari sebelumnya.

Allahuakbar… Allahuakbar… walillahilhamd.

Sidang ‘idul adha rahimakumullah, teladan dari Nabi Ibrahim dan Isamail yang mesti kita terapkan dalam kehidupan kita adalah, keyakinan bahwa tidak akan merugi orang yang beriman dan yang taat kepada Allah ta’ala. Sehingga, ketika Allah ta’ala menyuruh kita bekerja mencari penghasilan yang halal, maka kita harus melakukannya dengan penuh keimanan dan ketaatan. Meski hal tersebut sampai harus meninggalkan pekerjaan yang haram, walaupun penghasilannya besar, dan beralih kepada pekerjaan yang halal, pasti Allah ta’ala akan memberikan ganti yang lebih baik. Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا للهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
"Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah 'Azza wa Jalla, kecuali Allah akan menggantikannya bagimu dengan yang lebih baik untukmu" (HR Ahmad no 23074).

Begitu juga di saat kita diperintah oleh Allah ta’ala untuk menjaga amanah yang Allah ta’ala titipkan kepada kita ini, berupa mata, telinga, kaki, tangan dan seluruh anggota tubuh ini untuk senantuasa terjaga dalam ketaatan kepadaNya. Terlebih lagi di jaman kita sekarang ini, saat interaksi manusia banyak dimudahkan dengan internet sebagai media sosial. Memang benar, fasilitas tersebut memudahkan kita untuk menyambung tali silaturahim dan ukhuwah, akan tetapi kita harus waspada pula dari mudahnya fasilitas tersebut membawa kita kepada perpecahan dan kerusakan. Berapa banyak rumah tangga yang retak karenanya. Berapa banyak pula keluarga yang merenggang karenanya. Berapa banyak pula pikiran yang teracuni paham-paham sesat karenanya, dan lain sebagainya.

Maka dari itu kita harus bisa manjaga diri dalam bermedia sosial. Sebab realitanya, peluang-peluang dosa di media sosial begitu besar, bahkan walau kita berusaha menghindari, akan tetapi peluang-peluang dosa itu datang sendiri. Inilah ujian, sejauh mana kita bisa mempertahankan iman dan ketaqwaan kita. Allah ta’ala berfirman:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. As-Syams : 8-10).

Tersebutlah dalam sebuah kisah yang masyhur, kisah yang disaksikan langsung oleh penutur kisa ini, yakni Syaikh At-Thantowi, bahwasannya di Damaskus ada sebuah masjid yang bernama Jaami’ut Taubah. Di dalam masjid itu ada pengajian rutin yang dipandu oleh seorang guru yang telah sepuh bernama, Syaikh Salim Al Mistawi. Lalu ikutlah seorang pemuda miskin dalam pengajian itu, dalam kondisi yang sangat lapar. Hingga di dalam benaknya terlintas niat untuk mencuri makanan, untuk sekedar menegakkan punggung yang seharian bungkuk, karena menahan perihnya lapar. Ia pun meninggalkan pengajiannya, dan pergi ke rumah salah satu penduduk. Pemuda itu lekas pergi ke dapurnya dan didapati ada beberapa potong terong rebus. Tanpa berpikir panjang, pemuda itu pun melahapnya. Namun sebelum makanan itu ditelannya, ia tersadar bahwa hal itu adalah perbuatan haram. Maka ia pun memuntahkanny,a dan meninggalkan rumah itu dalam keadaan seperti dia datang. Ia kembali ke pengajian dalam keadaan yang payah. Syaikh At Thantawi menggambarkan bahwa pemuda itu sampai tidak bisa lagi mendengar apa yang dijelaskan gurunya saking beratnya menahan rasa laparnya.

Pengajian pun selesai. Satu per satu orang-orang pulang ke rumah. Lalu datanglah seorang wanita kepada sang guru mengutarakan sebuah maksud, bahwa ia ingin dicarikan seorang lelaki yang shalih yang bersedia menikahinya. Sang guru melihat sekitar dan ia mendapati hanya ada pemuda tadi yang masih tertunduk memegangi perutnya yang melilit. Sang guru berkata, “Kemari lah Nak, apakah kau mau menikah?”. Pemuda itu diam saja, dan sang guru bertanya lagi, pemuda itu tetap diam lagi, hingga ketiga kalinya ditanya, pemuda itu terpaksa menjawab, “Wahai Tuan guru, aku adalah pemuda miskin, untuk makan sendiri saja tidak bisa! Bagaimana memberi makan orang lain!?” Sang guru kemudian menjawab, “Dia adalah seorang wanita yang kaya, dia ingin menikah karena ingin menjaga kehormatannya. Apakah kau mau?”. Pemuda itu pun bersedia. Seketika akad dilangsungkan. Sepasang pengantin baru ini pun pulang. Namun ketika pemuda ini sampai ke rumah istrinya, ia terkejut melihat rumah yang rasanya ia kenal. Dan ketika keduanya masuk rumah, sang istri berkata, “Apakah engkau lapar wahai suamiku? Mari kita ke dapur!”. Wanita itu terkejut ketika di dapurnya, didapati makanannya berserakan di lantai. Maka sang pemuda tidak dapat lagi membendung air matanya, lalu menceritakan dengan jujur tentang apa yang telah terjadi, bahwa dialah tadi yang hendak mencuri makanannya. Lalu istri yang shalihah ini menjawab, “Wahai suamiku, belumlah lama engkau meninggalkan sesuatu yang haram karena Allah ta’ala, Allah ta’ala telah menggantinya untukmu dengan terong ini, rumah dan juga pemiliknya”.

Allahuakbar… Allahuakbar… walillahilhamd.

Demikianlah orang yang beriman itu, ia rela kehilangan sesuatu karena Allah ta’ala, bukan rela kehilangan Allah ta’ala karena sesuatu. Akan tetapi kalau kita lihat sekarang banyak sekali gejala-gejala, di mana sebagaian orang lebih mementingkan gemerlapnya dosa, dan melupaan Allah ta’ala. Maka dalam momen iedul adha ini, kita harus berubah menjadi lebih baik. Dengan cara meningkatkan iman dan ketaqwaan kita kepada Allah ta’ala, agar kita menjadi lebih baik, dan jauh lebih baik lagi. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang beramal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan, dan dia adalah seorang yang beriman, maka Kami akan memberikan kehidupan yang baik, dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik, dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. An Nahl : 97).

 Akhirnya mari kita tanamkan di dalam jiwa kita keimanan dan ketaqwaan kepada Allah ta’ala, kita mulai dari diri sendiri sebagai upaya untuk memperbaiki diri, sehingga Allah ta’ala akan memperbaiki keadaan kita, keluarga kita, lingkungan kita, hingga negeri kita ini. Demikian yang dapat saya sampaikan semoga Allah ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq, hidayah dan inayahnya kepada kita semuanya. Amin ya Robbal ‘aalamin.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم.  اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ، وَارْزُقْهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى طَاعَتِكَ وَاهْدِهِمْ سَوَاءَ السَّبِيْلِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْهُمْ الْفِتَنَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
اللهم أعز الإسلام والمسلمين، وأذل الشرك والمشركين، ودمر أعداءك أعداء الدين، واجعل هذا البلد آمناً مطمئنًا وسائر بلاد المسلمين، اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُسْلِمِيْنَ المُسْتَضْعَفِيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي رحنيا.. 3x، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلَهُمْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا. ربنا آتنا....


Komentar