Bermula
dari perbincangan kami
dengan bapak
mertua beberapa hari lalu, tentang serba serbi jual beli di pasar. Beliau –semoga Allah ta’ala menjaganya- adalah
seorang pedagang yang cukup sepuh di pasar ternak. Setiap hari beliau biasa berangkat
pagi sejak pukul 06:00 pagi dan pulang sekitar jam 10:00 pagi. Mengapa beliau tidak memilih untuk berlama-lama di pasar, yang
bisa jadi peluang meraup laba akan lebih banyak? Semoga catatan
ini bisa memberi faidah bagi yang bekerja semisal, untuk dapat menjadi pedagang
yang tidak hanya meraup
keuntungan duniawi namun
juga ukhrowi, dan terhindar dari
kejelekan-kejelekan di seburuk-buruk
tempat di muka bumi, yaitu pasar.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا،
وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا»
Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda, “Tempat
yang paling dicintai Allah ta’ala adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling
dibenci Allah ta’ala adalah pasar-pasar” (HR. Muslim, 1/464).
Al Imam An Nawawi
rahimahullah ta’ala menjelaskan hadith tersebut;
لِأَنَّهَا بُيُوتُ الطَّاعَاتِ وَأَسَاسُهَا عَلَى
التَّقْوَى قَوْلُهُ وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا لِأَنَّهَا
مَحَلُّ الْغِشِّ وَالْخِدَاعِ وَالرِّبَا وَالْأَيْمَانِ الْكَاذِبَةِ
وَإِخْلَافِ الْوَعْدِ وَالْإِعْرَاضِ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا
فِي مَعْنَاهُ
“Masjid-masjid adalah rumah-rumah ketaatan
dan dibangun atas dasar ketaqwaan. Sedangkan pasar adalah tempatnya kecurangan,
penipuan, riba, sumpah dusta, ingkar janji, berpaling dari mengingat Allah, dan
lain sebagainya yang semakna. (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 5/171).
Beliau juga mengatakan,
وَالْمَسَاجِدُ مَحَلُّ نُزُولِ الرَّحْمَةِ
وَالْأَسْوَاقُ ضِدُّهَا
Masjid-masjid adalah tempat turunnya rahmat, sedangkan
pasar-pasar adalah kebalikannya (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 5/171).
Maka dari itu hendaknya setiap
muslim waspada dan mengambil sikap serta adab-adab Islam agar terhindar dari
petaka yang mencelakai dunia maupun akhiratnya. Selang perbincangan kami, saya
teringat usaha bisnis istri
via online yang cukup marak di era sekarang ini. Lantas saya berpesan, “Lakukanlah
hal yang sama ketika Kamu berniaga di dunia maya”. Pertanyaannya, apakah
jual
beli online disebut pasar? Dalam sebuah kaidah dikatakan,
لا مشاحة في الاصطلاح
“Tidak ada pertentangan dalam istilah”
Yakni selama hakikat atau
maknanya sama, maka hukum
yang berlaku tetap sama meski berbeda dari segi istilah.
Ibnul Mandzur dan
yang lainnya dalam kamus Lisanul Arab;
والسُّوق: مَوْضِعُ الْبِيَاعَاتِ
As Suq (pasar) adalah tempatnya ragam barang dagang. (Lisanul ‘Arab,
10/167)
السُّوق، سُمِّيَتْ بِهَا لأَن التِّجَارَةَ
تُجْلَبُ إِلَيْهَا وتُساق المَبيعات نحوَها
Dinamakan as
Suq (pasar) karena tempat yang menarik perdagangan dan mengarahkan lapak-lapak jual
beli kepadanya. (Lisanul ‘Arab, 10/168)
Maka pasar
online dan pasar tradisional, pasar modern dan yang semisal seperti mall, pameran, dan
lain-lain yang terdapat banyak lapak dagang di dalamnya, adalah sama
dalam makna dan kegiatannya seperti; transaksi jual beli, tunai, kredit, daftar
harga, penjual, pembeli, barang, dan lain-lain, juga punya
peluang yang sama dalam
hal yang sifatnya munkar seperti kecurangan, penipuan, riba, sumpah dusta,
ingkar janji, berpaling dari mengingat Allah, dan lain sebagainya yang semakna,
seperti yang disebutkan oleh Al Imam An Nawawi di atas.
Dijelaskan
pula oleh As Syaikh Dr Muhammad Al Mufadda –hafizhaullah- mengenai hal
tersebut, beliau mengatakan;
البيع والشراء عبر الانترنت له جميع أحكام البيع
العادي، حتى إنه لا يجوز أن يجري في المسجد عبر أي جهاز. وأبغض الأماكن إلى الله
تعالى الأسواق، وهذا منها, لكنه مباح لمن يعمل لإعفاف نفسه وكسب الرزق الطيب
ويبتعد عن التعاملات المحرمة.
“Jual beli online memiliki hukum yang sama
seperti jual beli biasa, sampai ia pun tidak boleh bertransaksi di masjid
dengan perangkat apapun. Tempat yang paling dibenci Allah ta’ala adalah
pasar-pasar, dan jual beli online termasuk pasar. Tetapi hukumnya mubah bagi
yang bekerja untuk menjaga kehormatan dirinya (dari meminta-minta), mengais
rezeki yang halal dan menjauhkan diri dari transaksi-transaksi yang haram”. [1]
Oleh karena
itu hendaknya kaum muslimin memperhatikan adab-adab Islami dalam jual beli di
pasar tradisional, mall, pameran, hingga pasar online, sebagaimana berikut;
1.
Sebisa mungkin untuk tidak menjadi yang pertama datang
dan yang paling terakhir pulang. Apabila kebutuhan
di pasar telah terpenuhi, sebaiknya pulang dan tidak berlama-lama di dalamnya[2]. Disebutkan di dalam hadith riwayat
Muslim;
قَالَ سلمَان: لَا تكونن - إِن اسْتَطَعْت - أول من
يدْخل السُّوق وَلَا آخر من يخرج مِنْهَا؛ فَإِنَّهَا معركة الشَّيْطَان، وَبهَا
ينصب رايته.
Salman berkata, “Janganlah kalian menjadi –sebisa kalian-
orang yang pertama kali masuk pasar dan orang yang terakhir keluar pasar. Karena
pasar-pasar adalah tempat tempurnya syaithan, dan di situ pula ia tancapkan
benderanya”.
إِنَّمَا سَمَّاهَا بالمعركة لِأَنَّهَا الْمَكَان
الَّذِي ينتدب فِيهِ الشَّيْطَان لمغالبة النَّاس واستزلالهم، لمَكَان طمعهم فِي
الأرباح. وَقَوله: بهَا ينصب رايته؛ كِنَايَة عَن قُوَّة طمعه فِي إغوائهم؛ لِأَن
الرَّايَات فِي الحروب لَا تنصب إِلَّا مَعَ قُوَّة الطمع فِي الْغَلَبَة.
Dikatakan tempat tempurnya syaithan karena pasar
adalah tempat yang paling mudah bagi syaithan untuk mengalahkan manusia, karena
manusia sangat tamak untuk mendapatkan keuntungan. Dan dikatakan syaithan
menancapkan benderanya adalah sebuah simbol akan kuatnya ambisi syaithan. Karena bendera perang tidak
akan ditancapkan kecuali karena ambisi untuk menang” (Kasyfu Al Musykil min Hadith As Shohihain
4/19)
2.
Membaca do’a masuk pasar;
سَمِعْتُ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ
دَخَلَ سُوقًا مِنَ الْأَسْوَاقِ فَقَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةً، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ
أَلْفِ سَيِّئَةً "
Aku mendengar Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa
yang masuk pasar dan berkata, ‘laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika
lah lahulmulku wa lahulhamdu wahuwa ‘ala kulli sya’in qodir’, (Tiada
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata tiada sekutu baginya, seleuruh kerajaan
hanya milikNya, segala puji hanya milikNya, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu”
Maka Allah ta’ala catat untuknya satu juta kebaikan
dan dihapuskan untuknya satu juta kejelekan” (HR. At Thabrani
dalam Ad Du’a 1/252).
Mengapa dzikir tersebut dapat mendatangkan pahala yang
begitu besar? Para ulama menjelaskan, karena dzikir tersebut dibaca di sebuah
tempat dan kondisi yang paling dilalaikan manusia dari mengingat Allah ta’ala. Di
saat manusia lupa mengingat Allah, ada di antara hambaNya yang justru berdzikir
dan mengingat Allah. Banyak berdzikir di masjid itu hal yang lumrah, namun
berdzikir di tempat umumnya orang lupa Allah, adalah amalan yang istimewa[3]. Ibnu
Rajab menyebutkan,
قال بعض السلف: ذاكر الله
في الغافلين كمثل الذي يحمي الفئة المنهزمة ولولا من يذكر الله في غفلة الناس لهلك
الناس.
Sebagian ulama salaf berkata, “Orang yang berdzikir di
tengah orang-orang yang lupa Allah, ibarat orang yang melindungi sekelompok
masyarakat yang lemah. Andaikan bukan karena keberadaan orang yang berdzikir di
tengah kelalaian manusia, niscaya mereka binasa. (Lathaiful Ma’arif, 1/133).
3.
Muroqobah dan menundukkan pandangan;
والمراقبة: علم القلب
بقرب الربِّ، وهو أقرب إليك من حبل الوريد
Muroqobah adalah pengetahuan hati akan dekatnya Allah
ta’ala. Dia lebih dekat (dengan ilmuNya) dari pada urat leher”[4].
Allah ta’ala berfirman;
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا
فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat". (QS. An Nur: 30)
Rasulullah ﷺ bersabda,
لاتتبع النظرة
النظرة فإنما لك الأولى و ليست لك الثانية
“Janganlah kamu menyertakan pada pandangan yang pertama
pandangan kedua. Sesungguhnya pandangan yang pertama itu masih dibolehkan
bagimu, sedangkan yang kedua tidak dibolehkan bagimu.” [HR. Abu
Daud, dalam pembahasan tentang nikah, bab no. 43].
Terlebih lagi ikhtilath
(campurbaur) antara lelaki dan perempuan di pasar tidak bisa dihindari. Bisa jadi
seseorang bisa menjaga pandangannya dari aurat lawan jenisnya, karena sungkan
dengan teman-temannya di pasar. Namun sulit menjaga pandangannya bila berjualan
di internet, karena ia bebas melakukan apa saja tanpa ada yang melihatnya.
4.
Jangan bertransaksi di masjid;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ
يَبْتَاعُ فِي المَسْجِدِ، فَقُولُوا: لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ،
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya
Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila kalian
melihat orang berjualan di masjid atau membeli di dalam masjid, maka katakan, ‘Semoga
Allah tidak memberikan untuk pada perniagaanmu’” (HR. At Tirmidzi, 3/206).
5.
Jujur dan berterus terang dalam bertransaksi;
Rasulullah ﷺ bersabda,
"
البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، - أَوْ قَالَ: حَتَّى
يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا،
وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا "
“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing
memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya
berlaku jujur dan saling berterus terang, maka keduanya akan memperoleh
keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya bila mereka berlaku dusta dan
saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada
transaksi itu. (HR. Al Bukhari, 3/58).
Pedagang yang jujur akan bersama para nabi, syuhada’
dan orang-orang yang shalih;
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: «التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ، وَالصِّدِّيقِينَ،
وَالشُّهَدَاءِ»
Dari Abu Sa’id dari Nabi ﷺ bersabda, “Pedagang
yang jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan para
syuhada’. (HR. At Tirmidzi, 3/507, hadith hasan).
Demikianlah beberapa adab islami ketika di pasar, berlaku bagi penjual maupun pembeli, agar kiranya kegiatan berjual-beli di seburuk-buruk tempat itu dapat membuahkan
pahala di sisiNya. Sebaliknya bila
seorang muslim tidak waspada akan hal ini, ia akan kalah di arena
pertempurannya melawan syaithan.
****
Achmad Tito Rusady, kota Malang, 9 Syawal 1440 H.
[1] Adalah jawaban dari konsulutasi kami
kepada beliau mengenai persamaan jual beli online dengan jual beli biasa,
13/06/2019.
[2] Ceramah As
Syaikh Azhar Saniqrah –hafizahullah- dalam chanel الأسئلة
الواردة في ساعة أجابة
[3] www.konsultasisyariah.com/21026-
doa-masuk-pasar-dan-rahasianya
Komentar
Posting Komentar