Pada kesempatan kali ini
kita membahas tentang cinta. Cinta yang memberdayakan, menggerakan, dan memberi
energi. Seperti ungkapan lawas, “Karena cinta,
lautan diselami, gunung pun didaki”, gambaran bahwa cinta melahirkan
energi pengorbanan. Tubuhnya tunduk, patuh, dan terbelenggu titah hati yang
berdenyutkan cinta. Ibnu Taymiyah menyebutkan dalam kitabnya Faidatun fiy
al-mahabbah,
المحبة
هي التي تحرك
Seseorang rela menempuh
jauhnya perjalanan karena cintanya kepada ilmu. Seseorang rela bekerja keras
tidak kenal lelah karena cintanya kepada keluarga. Seseorang berani berkelahi untuk membela kehormatan
keluarganya karena cinta. Cinta dapat membuat tubuh lupa akan lelah dan derita. Adakah contoh-contoh nyata tentang energi cinta?
Kebanyakan pemuda tampan akan menakjubi
ketampanannya. Ketakjubannya itu menggerakkannya untuk
menjaga ketampanannya, untuk diumbar dan ditebarpesonakan di dunia nyata maupun media sosial. Tapi ada
sosok seperti Abu ‘Ubaidah yang justru menyumbangkan ketampanannya di jalan
Allah ﷻ, membela RasulNya ﷺ. Abdullah
bin ‘Umar mengatakan,
ثلاثة من قريش أصبح
الناس وجوها، و أحسنها أخلاقا، و أثبتها حياء، إن حدثوك لم يكذبوك و إن حدثتهم لم
يكذبوك : أبو بكر الصديق و عثمان بن عفان و أبو عبيدة بن الجراح.
“Tiga orang dari quraisy yang paling tampan
wajahnya, paling baik akhlaknya, paling kuat rasa malunya, jika mereka
berbicara kepadamu mereka tidak akan mendustakanm. Jika kamu berbicara kepada
mereka, mereka tidak mendustakanmu. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq, ‘Utsman
bin ‘Affan, dan Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarah”[2]
Perang Uhud telah memukul
mundur barisan kaum muslimin. Rasulullah ﷺ telah
dikepung kaum musyrikin yang siap menancapkan tombak mereka kepada Rasulullah
ﷺ. Namun Abu Ubaidah beserta sahabat lainnya
melingkari Rasulullah ﷺ dan siap menghalangi hunusan tombak itu dengan
dada-dada mereka.
Dengan
izin Allah, Rasulullah ﷺ selamat. Namun terluka, gigi
seri beliau patah. Dua lingkaran besi baju perang Rasulullah
ﷺ tertancap di pipi beliau. Maka Abu Bakar
–yang selalu unggul dalam semua amal sholeh itu- lebih dahulu mendekati Rasulullah
ﷺ. Namun Abu Ubaidah, meski dia telah kalah
cepat dari Abu Bakar, ia tetap tidak rela, hingga ia mencegahnya dan berkata,
“Aku bersumpah dengan nama Allah atasmu, berikan tugas itu untukku!”. Abu Bakar
pun memberikan kesempatan untuk Abu ‘Ubaidah. Abu Ubaidah mendekati Rasulullah ﷺ dan hendak mencabut lingaran besi itu di pipi
Rasulullah ﷺ, namun ia khawatir jika ia
cabut dengan tangannya justru akan menyakiti Rasulullah
ﷺ. Lekas ia menggigit dua lingkaran besi itu
dengan gigi depannya, dan berhasil, namun dua gigi depan Abu Ubaidah pun ikut
tercerabut karenanya.
Dua
gigi Abu Ubaidah tanggal, karena telah menolong orang yang paling ia cintai.
Namun begitu, Abu Bakar telah mengakui, dengan gelar kejujurannya As-Shiddiq,
ia berkata, “Abu Ubaidah termasuk orang yang paling tampan dengan dua gigi
depannya yang tanggal”.
Bekal Cinta Lelaki Badui
Al-Imam Ahmad meriwayatkan,
كان يعجبنا أن يجيء
الرجل من أهل البادية فسأل رسول الله.
“Kami senang jika ada orang Arab Badui yang
datang bertanya kepada Rasulullah”.[3]
Karena
kedudukan dan kewibawaan Rasulullah ﷺ, terkadang
membuat para sahabat sungkan untuk bertanya tentang beberapa masalah. Suatu
hari orang Badui hadir dalam majelis Rasulullah ﷺ, dan ini
tertera dalam hadits riwayat Al-Bukhori,
عن أنس رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة فقال متى الساعة (وفي رواية: فقام النبي صلى الله عليه وسلم إلى الصلاة فلما قضى صلاته قال أين السائل عن قيام الساعة فقال الرجل أنا يا رسول الله) قال وماذا أعددت لها قال لا شيء (وفي رواية: ما أعْددْتُ لها من كثِيْرِ صلاةٍ ولا صومٍ ولا صدقةٍ) إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم فقال أنت مع من أحببْتَ (وفي رِوَايةٍ: قال أنس: وَنَحنُ كذلك؟ قَال: نعم. فَفَرِحْنَا يَوْمَئِذٍ فَرْحًا شَدِيْدَا) قال أنس فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم أنت مع من أحببت) وفي رواية: فما رأيت فرح المسلمون بعد الإسلام فرحهم بهذا) قال أنس فأنا أحب النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعمل بمثل أعمالهم
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seroang Arab
Badui yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang hari kiamat. Dia berkata, “Kapan terjadinya
hari kiamat?” Rasulullah ﷺ balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan
untuk menghadapinya?” Dia menjawab, “Tidak ada, (dalam riwayat yang lain “Saya
tidak mempersiapkan banyak shalat, puasa dan sedekah”). Hanya saja saya cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Engkau akan bersama orang yang engkau
cintai.” Maka Anas berkata, “Kami tidak pernah bergembira sebagaimana
gembiranya kami saat mendengar sabda Rasulullah ﷺ, (Dalam
riwayat lain, Anas berkata, “Dan aku tidak pernah melihat kaum muslimin sangat
gembira lebih daripada kegembiraan mereka pada saat itu”. "karena
mendengar sabda Nabi ﷺ “Engkau bersama yang engkau cintai”. Karena
saya mencintai Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap akan bisa bersama mereka karena
cintaku pada mereka, meskipun saya tidak bisa beramal sebagaimana amal mereka.
(HR. Al-Bukhori: 6167, Muslim: 6878).
Cinta
yang Menghilangkan Dahaga
Di dalam sahih Al
Bukhari dalam kitab Al Manaqib, bab ‘Alamatunnubuwah fil Islam, dikisahkan
saat-saat Abu Bakr menemani Rasulullah ﷺ ketika hijrah. Cuaca saat itu sangat panas.
Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar berteduh di bawah
bayang-bayang batu. Di samping mereka pula ada seorang penggembala kambing yang
juga beristirahat. Abu Bakar mengisahkan, “Saat itu aku benar-benar kehausan!”.
Lalu Abu Bakar mencoba meminta susu kambing dari penggembala tersebut. Si
pengembala pun memberikannya kepada Abu Bakr. Akan tetapi susu itu, tidak untuk
dirinya melainkan untuk Rasulullah ﷺ. “Minumlah wahai Rasulullah”. Dan Abu
Bakar belum membasahi kerongkonggannya dengan susu itu barang seteguk. Tapi
dalam sejuknya cinta Abu Bakr kepada orang yang ia cintai itu, merasakan, :
فشرب النبي صلى الله
عليه وسلم حتى ارتويت
“Nabi
Shallallahu ‘alayhi wasallam meminumnya, sampai dahagaku yang hilang”[4]
Derita rindu, padahal belum berpisah
Tsauban, (maula) pembantu Rasulullah ﷺ, menangis
hingga kurus sampai berubah rona wajahnya. Al-Qurthubi menceritakan, Rasulullah
ﷺ bertanya kepadanya, “Apa yang
membuat engkau berubah?”. Tsauban menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak sedang
sakit. Akan tetapi aku benar-benar merasa suram jika tidak bertemu engkau. Saat aku ingat akhirat, aku takut aku
tidak bisa melihatmu di sana. Karena aku tahu bahwa engkau adalah nabi. Jika
aku ditakdirkan Allah masuk syurga, pastilah syurgaku lebih rendah dari
syurgamu. Dan kalau aku tidak masuk syurga, maka aku tidak akan pernah
melihatmu lagi selamanya”[5].
Lalu turunlah ayat Allah,
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ
عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ في الجنة.
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya),
mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh
Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqii orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa’: 69)
Isak Tangis si Kayu
Ketika suatu hari Rasulullah ﷺ berkhutbah
di atas mimbarnya yang baru, pemberian salah seorang dari kaum Anshar, beliau
mendengar tangisan seperti tangisan bayi yang berasal dari kayu mimbarnya yang
lama. Maka Rasulullah ﷺ
mendekatinya, memeluknya hingga ia tenang sebagaimana tenangnya
bayi dalam gendongan ibunya. Rasulullah ﷺ bersabda,
«لَوْ لَمْ أَحْتَضِنْهُ لَحَنَّ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ»
“Jika aku tidak mendekapnya, niscaya dia akan menangis sampai hari
kiamat”. (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Shaikh Al
Albani dalam Shahih Ibnu Maja, no. 1162).
Hasan Al-Bashri, ketika menyampaikan hadits ini beliau berlinangan
air mata. Beliau berkata,
يَا
عِبَادَ اللَّهِ، الْخَشَبَةُ تَحِنُّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَوْقًا إِلَيْهِ لِمَكَانِهِ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ،
فَأَنْتُمْ أَحَقُّ أَنْ تَشْتَاقُوا إِلَيْهِ
“Wahai hamba-hamba Allah, kayu ini menangis rindu kepada Rasulullah ﷺ, adapun kalian seharusnya lebih berhak lagi untuk rindu kepadanya!”[6]
Demikianlah
sekelumit kisah dari peristiwa-peristiwa yang tercatat agung dalam
lembar-lembar sejarah masa lalu, namun tetap sejuk, dingin dan segar untuk
dibaca dan dinikmati di segala waktu. Sampaikan kisah-kisah mereka untuk
diteladani, dicontoh, dan ditiru.
Achmad Tito Rusady, kota Malang, 7 Syawal
1440 H/12 Juni 2019.
[2]
Mereka adalah Para
Sahabat, Abdurrahman Ra’fat Basya, (Solo: Penerbit At-Tibhyan), hlm. 76.
[4] Makalah Yahya bin Musa Az Zahrani, dalam Abu Ubaidah
bin Al Jarrah radhiyallahu ‘anhu. - Shahih AL Bukhari, dalam kitab Al Manakib,
bab Alamatu An Nubuwwah fil Islam. No: 3615.
[5] أبو الليث نصر بن محمد بن أحمد بن إبراهيم السمرقندي، بحر العلوم، [ترقيم الكتاب موافق للمطبوع، وهو ضمن
خدمة مقارنة التفاسير] ض،
316.
Terimakasih, sangat menyejukkan hati..
BalasHapus