Denyut Cinta para Perindu.


Pada kesempatan kali ini kita membahas tentang cinta. Cinta yang memberdayakan, menggerakan, dan memberi energi. Seperti ungkapan lawas, “Karena cinta, lautan diselami, gunung pun didaki”, gambaran bahwa cinta melahirkan energi pengorbanan. Tubuhnya tunduk, patuh, dan terbelenggu titah hati yang berdenyutkan cinta. Ibnu Taymiyah menyebutkan dalam kitabnya Faidatun fiy al-mahabbah,
المحبة هي التي تحرك

 “Cinta itulah yang menggerakkan”.[1]


Seseorang rela menempuh jauhnya perjalanan karena cintanya kepada ilmu. Seseorang rela bekerja keras tidak kenal lelah karena cintanya kepada keluarga. Seseorang berani berkelahi untuk membela kehormatan keluarganya karena cinta. Cinta dapat membuat tubuh lupa akan lelah dan derita. Adakah contoh-contoh nyata tentang energi cinta? 

Kebanyakan pemuda tampan akan menakjubi ketampanannya. Ketakjubannya itu menggerakkannya untuk menjaga ketampanannya, untuk diumbar dan ditebarpesonakan di dunia nyata maupun media sosial. Tapi ada sosok seperti Abu ‘Ubaidah yang justru menyumbangkan ketampanannya di jalan Allah , membela RasulNya . Abdullah bin ‘Umar mengatakan, 

ثلاثة من قريش أصبح الناس وجوها، و أحسنها أخلاقا، و أثبتها حياء، إن حدثوك لم يكذبوك و إن حدثتهم لم يكذبوك : أبو بكر الصديق و عثمان بن عفان و أبو عبيدة بن الجراح.

“Tiga orang dari quraisy yang paling tampan wajahnya, paling baik akhlaknya, paling kuat rasa malunya, jika mereka berbicara kepadamu mereka tidak akan mendustakanm. Jika kamu berbicara kepada mereka, mereka tidak mendustakanmu. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq, ‘Utsman bin ‘Affan, dan Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarah”[2]

Perang Uhud telah memukul mundur barisan kaum muslimin. Rasulullah telah dikepung kaum musyrikin yang siap menancapkan tombak mereka kepada Rasulullah . Namun Abu Ubaidah beserta sahabat lainnya melingkari Rasulullah dan siap menghalangi hunusan tombak itu dengan dada-dada mereka. 

            Dengan izin Allah, Rasulullah selamat. Namun terluka, gigi seri beliau patah. Dua lingkaran besi baju perang Rasulullah tertancap di pipi beliau. Maka Abu Bakar –yang selalu unggul dalam semua amal sholeh itu- lebih dahulu mendekati Rasulullah . Namun Abu Ubaidah, meski dia telah kalah cepat dari Abu Bakar, ia tetap tidak rela, hingga ia mencegahnya dan berkata, “Aku bersumpah dengan nama Allah atasmu, berikan tugas itu untukku!”. Abu Bakar pun memberikan kesempatan untuk Abu ‘Ubaidah. Abu Ubaidah mendekati Rasulullah dan hendak mencabut lingaran besi itu di pipi Rasulullah , namun ia khawatir jika ia cabut dengan tangannya justru akan menyakiti Rasulullah . Lekas ia menggigit dua lingkaran besi itu dengan gigi depannya, dan berhasil, namun dua gigi depan Abu Ubaidah pun ikut tercerabut karenanya.

            Dua gigi Abu Ubaidah tanggal, karena telah menolong orang yang paling ia cintai. Namun begitu, Abu Bakar telah mengakui, dengan gelar kejujurannya As-Shiddiq, ia berkata, “Abu Ubaidah termasuk orang yang paling tampan dengan dua gigi depannya yang tanggal”.


Bekal Cinta Lelaki Badui

Al-Imam Ahmad meriwayatkan,
كان يعجبنا أن يجيء الرجل من أهل البادية فسأل رسول الله.
“Kami senang jika ada orang Arab Badui yang datang bertanya kepada Rasulullah”.[3]

            Karena kedudukan dan kewibawaan Rasulullah , terkadang membuat para sahabat sungkan untuk bertanya tentang beberapa masalah. Suatu hari orang Badui hadir dalam majelis Rasulullah , dan ini tertera dalam hadits riwayat Al-Bukhori,


عن أنس رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي  صلى الله عليه وسلم  عن الساعة فقال متى الساعة (وفي رواية: فقام النبي  صلى الله عليه وسلم  إلى الصلاة فلما قضى صلاته قال أين السائل عن قيام الساعة فقال الرجل أنا يا رسول الله) قال وماذا أعددت لها قال لا شيء (وفي رواية: ما أعْددْتُ لها من كثِيْرِ صلاةٍ ولا صومٍ ولا صدقةٍ) إلا أني أحب الله ورسوله  صلى الله عليه وسلم    فقال أنت مع من أحببْتَ (وفي رِوَايةٍ: قال أنس: وَنَحنُ كذلك؟ قَال: نعم. فَفَرِحْنَا يَوْمَئِذٍ فَرْحًا شَدِيْدَا) قال أنس فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي  صلى الله عليه وسلم  أنت مع من أحببت) وفي رواية: فما رأيت فرح المسلمون بعد الإسلام فرحهم بهذا) قال أنس  فأنا أحب النبي  صلى الله عليه وسلم  وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعمل بمثل أعمالهم

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seroang Arab Badui yang bertanya kepada Rasulullah tentang hari kiamat. Dia berkata, “Kapan terjadinya hari kiamat?” Rasulullah balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Dia menjawab, “Tidak ada, (dalam riwayat yang lain “Saya tidak mempersiapkan banyak shalat, puasa dan sedekah”). Hanya saja saya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya”. Maka Rasulullah bersabda, “Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” Maka Anas berkata, “Kami tidak pernah bergembira sebagaimana gembiranya kami saat mendengar sabda Rasulullah , (Dalam riwayat lain, Anas berkata, “Dan aku tidak pernah melihat kaum muslimin sangat gembira lebih daripada kegembiraan mereka pada saat itu”. "karena mendengar sabda Nabi “Engkau bersama yang engkau cintai”. Karena saya mencintai Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap akan bisa bersama mereka karena cintaku pada mereka, meskipun saya tidak bisa beramal sebagaimana amal mereka. (HR. Al-Bukhori: 6167, Muslim: 6878).


Cinta yang Menghilangkan Dahaga

Di dalam sahih Al Bukhari dalam kitab Al Manaqib, bab ‘Alamatunnubuwah fil Islam, dikisahkan saat-saat Abu Bakr menemani Rasulullah  ketika hijrah. Cuaca saat itu sangat panas. Rasulullah dan Abu Bakar berteduh di bawah bayang-bayang batu. Di samping mereka pula ada seorang penggembala kambing yang juga beristirahat. Abu Bakar mengisahkan, “Saat itu aku benar-benar kehausan!”. Lalu Abu Bakar mencoba meminta susu kambing dari penggembala tersebut. Si pengembala pun memberikannya kepada Abu Bakr. Akan tetapi susu itu, tidak untuk dirinya melainkan untuk Rasulullah . “Minumlah wahai Rasulullah”. Dan Abu Bakar belum membasahi kerongkonggannya dengan susu itu barang seteguk. Tapi dalam sejuknya cinta Abu Bakr kepada orang yang ia cintai itu, merasakan, :

 فشرب النبي صلى الله عليه وسلم حتى ارتويت

“Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam meminumnya, sampai dahagaku yang hilang”[4]


Derita rindu, padahal belum berpisah

Tsauban, (maula) pembantu Rasulullah , menangis hingga kurus sampai berubah rona wajahnya. Al-Qurthubi menceritakan, Rasulullah bertanya kepadanya, “Apa yang membuat engkau berubah?”. Tsauban menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak sedang sakit. Akan tetapi aku benar-benar merasa suram jika tidak bertemu engkau. Saat aku ingat akhirat, aku takut aku tidak bisa melihatmu di sana. Karena aku tahu bahwa engkau adalah nabi. Jika aku ditakdirkan Allah masuk syurga, pastilah syurgaku lebih rendah dari syurgamu. Dan kalau aku tidak masuk syurga, maka aku tidak akan pernah melihatmu lagi selamanya”[5]. Lalu turunlah ayat Allah, 

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ في الجنة.
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqii orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa’: 69)

 

Isak Tangis si Kayu
Ketika suatu hari Rasulullah berkhutbah di atas mimbarnya yang baru, pemberian salah seorang dari kaum Anshar, beliau mendengar tangisan seperti tangisan bayi yang berasal dari kayu mimbarnya yang lama. Maka Rasulullah mendekatinya, memeluknya hingga ia tenang sebagaimana tenangnya bayi dalam gendongan ibunya. Rasulullah bersabda, 

«لَوْ لَمْ أَحْتَضِنْهُ لَحَنَّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ»
“Jika aku tidak mendekapnya, niscaya dia akan menangis sampai hari kiamat”. (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Shaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Maja, no. 1162). 

Hasan Al-Bashri, ketika menyampaikan hadits ini beliau berlinangan air mata. Beliau berkata, 

 يَا عِبَادَ اللَّهِ، الْخَشَبَةُ تَحِنُّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَوْقًا إِلَيْهِ لِمَكَانِهِ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَأَنْتُمْ أَحَقُّ أَنْ تَشْتَاقُوا إِلَيْهِ
Wahai hamba-hamba Allah, kayu ini menangis rindu kepada Rasulullah , adapun kalian seharusnya lebih berhak lagi untuk rindu kepadanya!”[6]

            Demikianlah sekelumit kisah dari peristiwa-peristiwa yang tercatat agung dalam lembar-lembar sejarah masa lalu, namun tetap sejuk, dingin dan segar untuk dibaca dan dinikmati di segala waktu. Sampaikan kisah-kisah mereka untuk diteladani, dicontoh, dan ditiru.



Achmad Tito Rusady, kota Malang, 7 Syawal 1440 H/12 Juni 2019.


[1]  التمهيد لشرح كتاب التوحيد (1 / 364)
[2] Mereka adalah Para Sahabat, Abdurrahman Ra’fat Basya, (Solo: Penerbit At-Tibhyan), hlm. 76.
[3]  مسند أحمد ط الرسالة (19 / 71):
[4] Makalah Yahya bin Musa Az Zahrani, dalam Abu Ubaidah bin Al Jarrah radhiyallahu ‘anhu. - Shahih AL Bukhari, dalam kitab Al Manakib, bab Alamatu An Nubuwwah fil Islam. No: 3615.
 [5]  أبو الليث نصر بن محمد بن أحمد بن إبراهيم السمرقندي، بحر العلوم، [ترقيم الكتاب موافق للمطبوع، وهو ضمن خدمة مقارنة التفاسير]  ض، 316.

[6] مسند ابن الجعد (1 / 466(

Komentar

Posting Komentar