Rasulullah
ﷺ bersabda,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ
الْحَلِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ)).
“Tiada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Agung dan Maha
Pengampun. Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Menguasai
‘Arsy yang . Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Menguasai
langit dan bumi. Tuhan Yang Menguasai ‘Arsy, lagi Maha Mulia” (HR. Al Bukhari
7/154 dan Muslim 4/2092)
****
Penjelasan
beberapa kata:
العظيم
: adalah nama yang agung milik Allah
azza wajalla, yang menunjukkan akan agungnya dzat-Nya dan sifat-sifatNya.
Dialah Allah yang Maha Agung sifatNya pula dalam perbuatannya, sebagaimana
Allah ta’ala berfirman,
ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنْزَلَهُ
إِلَيْكُمْ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ
أَجْرًا [الطلاق: 5]
“Itulah
perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan
melipatgandakan (mengagungkan) pahala baginya” (QS. At Tholaq: 5)
الكريم
: adalah nama Allah ta’ala yang
menunjukkan luasnya kebaikan dan karuniaNya serta kemurahanNya yang tidak
terbatas dan tidak terhitung. Dialah Allah yang terkumpul padaNya segala macam
kebaikan, kemulian, dan karunia. Di antara kesempurnaan dalam kemurahanNya
adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam hadith, bahwa Allah ta’ala malu
kepada hambaNya, bila hambaNya (berdo’a) mengangkat kedua tangannya lalu Allah
mengembalikannya dalam keadaan hampa. Nama ini juga menunjukkan sifat dzat dan
perbuatan-Nya.
الحليم
: adalah nama Allah ta’ala yang
menunjukkan ampunan dan kelembutan-Nya. Allah ta’ala tidak menghukum
hamba-hambaNya meski hamba-Nya telah banyak berbuat dosa, padahal Allah ta’ala
mampu, akan tetapi Allah ta’ala tetap memberi rezeki mereka, bahkan tidak
menahan limpahan karunia-Nya atas mereka. Nama ini juga termasuk sifat dan
perbuatan-Nya.
العرش
: adalah singahsana-Nya, ia juga
makhluk Allah ta’ala yang paling besar. Allah ta’ala bersemayam di atasnya
sesuai dengan kelayakan dan keagunanNya. Bersemayamnya Allah ta’ala termasuk
sifat dan perbuatan-Nya yang berkaitan dengan kehendak-Nya.
فاستواؤه
على العرش معلوم، والإيمان به واجب، والكيف مجهول، والسؤال عنه بدعة
“Maka
bersemayamNya di atas ‘Arsy adalah suatu yang diketahui, iman pada hal ini
adalah wajib, dan tentang bagaimana-nya itu tidak diketahui, dan bertanya
tentang bagaimana-nya adalah perkara bid’ah”. Adapun ketinggian Allah ta’ala
termasuk sifat dzatiyah[1]
Penjelasan
makna:
-
Hadith ini sangatlah agung dan tinggi nilainya, yang layak
diperhatikan dan memperbanyak dalam membacanya ketika dalam kesulitan besar,
dan dalam perkara-perkara yang berat. At Thobari berkata, “Para salaf ketika
berdo’a mereka menyebut do’a tersebut dan mereka menamakannya du’au al karb
(do’a ketika dalam kesulitan besar)[2]
-
Rasulullah ﷺ membaca do’a tersebut ketika mendapat kesulitan
besar dan perkara yang berat, yakni ketika beliau merasa sakit karena beratnya
perkara. Do’a ini disebut dengan du’au al karb (do’a ketika dalam
kesulitan besar) karena termasuk dizkir yang menjadi pembuka dalam berdo’a[3].
Disebut juga do’a karena lafalnya menerangkan keadaan. Sebagaimana dijelaskan
dalam sebagian tafsir do’a-do’a di dalam Al Qur’an, bahwa do’a bisa dalam
bentuk kalimat pinta, juga bisa juga berbentuk kalimat pinta yang tidak
langsung, yakni menjelaskan keadaan seperti; kelemahan, kesulitan, kepayahan,
dan lain-lain, yang menunjukkan permintaan seorang hamba untuk dileraikan dari kesulitan-kesulitan
tersebut.[4]
-
Do’a ini adalah do’a yang barokah karena di dalamnya ada
kalimat-kalimat iman, kalimat yang agung, tauhid, pengagungan, dan pemurnian
tahid uluhiyah, rububiyah, asma’ dan shifat. Dalam hadith ini ada petunjuk yang
jelas bahwa, solusi terbaik dalam menyelsaikan kesulitan besar adalah IMAN, dan
TAUHID yang murni kepada Allah ta’ala. Kalimat-kalimat agung yang berulang-ulang
ini dapat mengusir malapetaka, kegundahan, dan kesedihan. Tidaklah ada yang
dapat menolak kesulitan-kesulitan dunia dan akhirat semisal tauhid. Jika
seorang muslim melafalkan doa tersebut dengan memperhatikan maknanya,
merenungkan petunjuk-petunjuknya, akan tenang hatinya, akan tentram jiwanya,
akan hilang malapetaka dan kesulitannya.[5]
-
Tidak akan bertahan sebuah malapetaka dan kegundahan di
hadapan kalimat-kalimat tauhid dan pengagungan yang ikhlas karena Allah ta’ala.
Dua kata yang berpadan antara Al Halim (Maha Lembut) dan Al ‘Adzim (Maha Agung)
menunjukkan puncak kesempurnaan, yang tidak sama bobot kesempurnaannya dalam
satu sisi kata dari keduanya. Berbeda dengan manusia, yang kadang
agung/berkuasa, tetapi tidak lembut. Kadang ada yang lembut, tetapi hina dan
lemah. Adapun Allah ta’ala, sifat agungNya tidak menghalangi sifat lembutNya
kepada makhlukNya. Tidak pula sifat lembutNya itu menampakkan sifat lemah
padaNya.
-
Penyebutan kata Al Azhim (Maha Agung) karena Allah mustahil
terbebani dengan apa pun, termasuk malapetaka dan kegundahan hambaNya. Seolah
seorang hamba berkata,
يا
رب أنت العظيم الذي لا يتعاظم عليك شيء، وأنت الحليم فلم تُعجِّل عليَّ عقوبتك مع
كثرة ذنوبي، وأنت رب السموات والأرض، ورب أعظم مخلوقاتك عرشك العظيم، أسألك أن
تَفْرُجَ عنِّي: كربي، وهمّي، وغمّي
“Ya Allah, Engkau Maha Agung yang tidak ada satu pun perkara
berat bagiMu, Engkau Maha Lembut, sehingga Engkau tidak menyegerakan hukumanmu
padaku, meski banyak sekali dosa-dosaku, Engkau Penguasa langit dan bumi,
Engkau Rabb yang lebih agung dari semua makhlukMu termasuk ‘Arsymu yang besar.
Aku memohon kepadaMu agar memberiku jalan keluar, dari malapetakaku,
kegundahanku, dan kesedihanku”
-
Penyebutan kata Al Halim (Maha Lembut) dalam do’a yang barokah
ini adalah karena kesulitan seorang mukmin sebagian besar disebabkan karena
kurangnya memenuhi hak Rabbnya. Maka musibah-musibah yang hadir itu disebabkan
dosa-dosanya. Allah ta’ala berfirman, “Dan tidaklah musibah itu menimpamu
kecuali karena perbuatan (dosamu) sendiri. Dan Dia memaafkan sebagian besar
(kesalahan-kesalahanmu)”. (QS. As Syu’ara’: 30). Jadi terkadang sebab
datangnya kesulitan adalah kelalaian hamba dalam memenuhi hak Rabbnya.
-
Adapun pengulangan kata ‘Arsy dalam do’a tersebut adalah
karena ia adalah makhluk terbesar[6],
sebagai peringatan pada hambaNya akan besarnya keagungan Allah ta’ala, sehingga
tidak ada satupun perkara besar maupun kecil yang melemahkanNya.
--------------------------------
Diterjemahakan dari laman https://kalemtayeb.com/safahat/item/3103
dengan penambahan rujukan. Oleh: Achmad Tito Rusady. Kediri, 5 Syawal 1441 H.
[1] Mihajul Muslim, Al Imanu bi Asmaa’ihi wa
Shifaatihi, hlm 16.
[4]
Seperti do’anya nabi Musa ‘alayhissalam, “Ya Robb
sesungguhnya aku sangat butuh suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”
(QS. Al Qashash: 24)
[5]
Fiqhul Ad’iya’ wal Adzkar, 4/186
[6] Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkata, “Al Kursiy adalah tempat kedua kaki, dan ‘Asry tidak bisa diukur
besarnya kecuali Allah ta’ala yang bisa” (ditakhrij oleh Al Baihaqi dalam Al
Asma’ wa Sifat, no 828, dan At Thobroni dalam Al Mu’jam Al Kabir 12/39, dan At
Tirimidzi dan Al Hakim dalam Nawadirul Ushul 3/139, dan Ad Dhiya’ Al Maqdisiy
dalam Al Mukhtaroh 10/310, dan Abu As Syaikh dalam Al Azhomah 2/582, dan
dishahihkan oleh Al Albani dalam Syarh At Thohawiyah, hlm 842, dihukumi marfu’.
Komentar
Posting Komentar