Dalam setiap kesempatan
saya mengajar istima’ berbahasa Arab, saya kerap mendapati beberapa peserta
didik mengalami kesulitan. “Ini maharah/kerampilan yang paling sulit”, ungkap
salah seorang mahasiswa. “Kita harus konsentrasi penuh, sekali ngelamun, nggak
nyambung”, ungkap yang lainnya lagi. Saya iyakan kalau keterampilan mendengar, memang
sedikit membutuhkan konsentrasi yang lebih dari keterampilan bahasa lainnya. Namun
jika dikatakan maharah paling sulit, saya tidak setuju selama seseorang
memiliki pendengaran yang normal tentunya. Sebab, merasa paling sulit itu
sangat relatif dan subjektif. Bisa jadi ia merasa paling sulit, karena faktor dari
dalam dirinya sendiri yang kurang terampil dalam aspek mendengar. Dan ini faktor
yang paling banyak terjadi, terutama bagi yang lebih senang berbicara dari pada
mendengar dengan seksama (menyimak).
Mesikipun menjadi faktor
yang paling banyak, cara mengatasinya pun cukup muda -insyaallah-. Sebab keterampilan
mendengar, tidak berbeda dengan keterampilan lain, yang sama-sama membutuhkan latihan,
latihan, dan latihan, atau pengulangan, pengulangan, dan pengulangan. Saya
tekankan demikian, karena masih saja ada yang tidak percaya kalau dengan begitu
saja, keterampilan mendengar bisa dicapai. Oleh karena itu, dalam catatan ini
saya ingin menyampaikan latihan yang mudah dan menghasilkan, insyaallah.
Ada beberapa keajaiban indera
mendengar yang disebutkan di dalam Al Qur’an;
Pertama, kata as-sam’ (السمع)
/indera
mendengar, disebutkan lebih dulu dari indera yang lain. Seperti dalam firman Allah
ta’ala,
"إِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولً "
(الإسراء، آية 36).
“Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al Isra’: 36)
"إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا"
(النساء، آية:58)
“Sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat”.
(QS. An-Nisa': 58)
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ.
(الشورى،
آية: 11)
“Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat”. (QS. Asy-Syura: 11)
"
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ "
سورة (النحل، آية: 87)
“Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. An Nahl 87)
Dilihat dari urutan
penyebutan indera mendengar lebih dulu dari indera lainnya, menunjukkan bahwa
indera mendengar menjadi pintu utama akses informasi, ilmu, pengetahuan yang masuk,
atau yang diistilahkan sebagai reseptif bagi manusia. Bayi baru lahir lebih
dulu mendengar suara ibunya, sebelum melihat. Bahkan menurut penelitian, bayi
sudah dapat mendengar suara ibunya sejak dalam rahimnya.
Kedua, indera pendengaran satu-satunya indera yang paling
aktif dari indera lainnya, yang tidak bisa dihalangi oleh apa pun. Misalanya,
mata tidak bisa melihat orang yang berbicara di balik tembok, tetapi telinga bisa
mendengarnya. Pendengaran juga bisa menjangkau suara yang jauh, yang mata tidak
dapat melihatnya. Syaikh ‘Isham bin Sholeh Al ‘Uwaid menyampaikan dalam situs https://vb.tafsir.net/forum/,
أما
السمع فهي حاسة لا إرادية، فالإنسان لا يستطيع أن يُصِّم سمعه كما يستطيع أن يغمض
عينيه، بل يسمع جميع الأصوات التي حوله إجباراً لا اختياراً، والله أعلم.
“Adapun pendengar, ia merupakan
indera yang tidak dalam kendali kita. Seseorang tidak bisa menutup pendengarannya,
sebagaimana ia menutup indera penglihatannya. Bahkan seseorang bisa secara
terpaksa mendengar semua suara yang ada di sekitarnya, meskipun ia tidak
menginginkannya, wallahua’lam”.
Ketiga, indera pendengaran tetap aktif meskipun kita dalam
keadaan tidur. Oleh karenanya, Allah ta’ala menutup indera pendengaran Ashabul
Kahfi yang tertidur selama 309 tahun agar mereka tidak terbangun. Allah ta’ala
berfirman,
﴿ فَضَرَبْنَا
عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا ﴾ [الكهف: 11]
“Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu, selama
beberapa tahun”. (QS. Al-Kahf: 11)
Az Zujaj dalam Tafsri Al Qurtubhi mengatakan,
منعناهم
عن أن يسمعوا ; لأن النائم إذا سمع انتبه
Makanya, “Kami tutup
indera pendengaran mereka”. Karena orang yang tidur jika mendengar sesuatu akan
terjaga” (Tafsir Al Qurthui, jilid 10, hlm, 363).
Pada poin ini, saya
ingin mengajak para pembelajar bahasa Arab memanfaatkan waktu tidurnya untuk menyimak
dialog-dialog berbahasa Arab (berikut link MP3 Audio kitab ABY http://www.alarabiyahbainayadaik.com/download-audio-mp3-al-arabiya-baina-yadaik/
), atau yang paling saya rekomendasikan
adalah ceramah berbahasa Arab. Sebab dalam ceramah banyak muatan nasihat, ayat
Al Qur’an dah hadith, seperti halnya ceramah Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin
Abdil Muhsin Al Badr yang -masyaallah- bahasanya sangat jelas (fasih), teduh,
dan memahamkan (link https://www.al-badr.net/sub/220)
.
Tentang “belajar” bahasa
Asing sambil tidur ini, ada penelitian menarik yang pernah diliput oleh majalah
Cerebral Cortex Oxford, sebagaimana yang dilansir https://www.alalamtv.net/news/3451111 , dari hasil risetnya pada 60 responden asal Jerman tengah
belajar bahasa Belanda. Semua responden diparuh menjadi dua kelompok. Satu kelompok
diminta untuk mendengarkan rekaman percakapan berbahasa Belanda dengan suara yang
rendah selama mereka tidur, dan kelompok lainnya diminta untuk mendengarkannya dalam
keadaan terjaga. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang mendengar
rekaman selama tidur, memiliki potensi menguasai bahasa Belanda lebih baik dari
kelompok yang mendengarnya dalam keadaan terjaga.
Maka setelah ini, silahkan
dipraktikkan, insyaAllah tidak ada lagi yang mengatakan bahwa istima’ itu
sulit, atau bahasa Arab itu sulit.
Mengingat anugerah
pendengaran yang luar biasa hebat ini, marilah kita jaga pendengaran kita dari
mendengar hal-hal yang menjurus pada kemaksiatan. Beralihlah pada mendengar
hal-hal yang diridhai Allah ta’ala, agar nikmat mendengar dapat terjaga. Karena
di sana, masih ada yang tak dapat mendengar seperti kita, tapi ingin sekali dapat
mendengar sebagaimana kita dapat mendengar, walau hanya satu hari saja. Wallahu
a’lam.
Dr. Achmad Tito Rusady ,S.S., M.Pd
Komentar
Posting Komentar