Sama tapi Beda

 





Disebutkan di dalam Al Qur’an tentang dua kisah dengan keadaan yang sama, namun berbeda. Kedua sama-sama menggambarkan keadaan yang genting, tetapi perbedaannya adalah pada akibat atau kesudahannya. Kedua kisah tersebut adalah kisah tentang Nabi Yunus dan Fir’aun. Keduanya sama-sama mengahadapi situasi yang sulit, pelik dan genting di lautan yang sangat luas. Nabi Yunus ditelan ikan paus, sedangkan Fir’aun tenggelam di laut merah. Selain persamaannya adalah sama-sama di lautan yang luas, keduanya juga sama-sama melafalkan kalimat tauhid. Namun kendatipun demikian, hasilnya tetap berbeda. Bagaimana kisahnya? Kita mulai dari nabi Yunus, Allah ta’ala berfirman;

وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87)

“ Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya, maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (QS. Al-anbiya : 81).

Jadi, ketika dalam keadaan yang genting itu, nabi Yunus melafalkan do’a لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. Dan beliau selamat. Allah ta’ala berfirman;

فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ . فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ . لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam Keadaan tercela. Kalau sekiranya dulu dia bukan termasuk orang-orang yang banyak bertasbih, Niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS. As-Shaffat: 142 – 144).

Kata كَانَ dalam bahasa Arab, menunjukkan pekerjaan lampau, itu artinya Nabi Yunus melakukan aktifitas tasbih itu sudah lama. Di dalam tafsir At Thabari disebutkan di antara makna tasbih di sini adalah shalat

( فَلَوْلا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ ) كان كثير الصَّلاةِ في الرّخاء، فنجَّاه الله بذلك.

“Firman Allah ta’ala; Kalau sekiranya dulu dia bukan termasuk orang-orang yang banyak bertasbih, adalah Yunus ‘alayhissalam banyak melakukan shalat dalam keadaan mudah dan lapang, karena itulah Allah ta’ala selamatkan beliau”

Itu keadaan Nabi Yunus. Kita beralih kepada kisah Fir’aun ketika tenggelam di laut merah, Allah ta’ala berfirman

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami selamatkan bani Israil melintasi laut, kemudian Fir’aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata, ‘Aku beriman bahwa tiada ilah melainkan Ilah yang diimani bani Israil, dan aku termasuk orang-orag muslim (berserah diri)’,”(QS. Yunus: 90). Allah ta’ala berfiman;

آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

“Apakah sekarang (baru kamu beriman), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus 91)

Kata عَصَيْتَ  menunjukkan pekerjaan lampau, yang artinya kamu wahai fir’aun, sebelumnya sudah bermaksiat, lalu ditegaskan lagi dengan kata qoblu (sebelumnya), lalu lagi-lagi ditegaskan dengan kata كُنْتَ yang juga menunjukkan pekerjaan lampau, artinya kamu fir’aun sebelumnya sudah berbuat maksiat dan kerusakan. Luar biasa,  berlapis-lapis kata penegasan di ayat ini, tentang fir’aun yang selama diberi usia yang panjang namun digunakan untuk bermaksiat, kufur, dan melampaui batas. Maka walaupun dia telah berucap kalimat pengakuan bahwa tiada ilah selain Allah, namun saat itu sudah terlambat. Keadaan seperti ini iman tidak lagi berguna seperti yang Allah firmankan

فَلَمْ يَكُ يَنفَعُهُمْ إِيمَٰنُهُمْ لَمَّا رَأَوْا۟ بَأْسَنَا ۖ سُنَّتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى قَدْ خَلَتْ فِى عِبَادِهِۦ ۖ وَخَسِرَ هُنَالِكَ ٱلْكَٰفِرُونَ

Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka, tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir. (AL mukmin 85)

Pelajaran dari dua kisah di atas adalah bahwa untuk medapatkan pertolongan Allah ta’ala di saat-saat genting, maka hendaknya kita raih di saat kita dalam keadaan lapang. Hal ini sebagaimana Rasulullah bersabda,

 ((مَن سرَّه أن يستجيبَ الله له عند الشدائد والكرب، فليكثر الدعاء في الرخاء)))[ رواه الترميذي].

“Barangsiapa yang ingin diijabahi oleh Allah saat dia mengalami kesulitan dan petaka, maka hendaknya ia memperbanyak doa di saat-saat lapang” (HR. At Tirmidzi)

 قال صلى الله عليه وسلم: ((تعرَّف إلى الله في الرخاء يَعْرِفْك في الشدة))[رواه الترميذي]؛

Rasulullah juga bersabda, “Kenalilah Allah di saat kamu lapang, maka Allah akan mengenalmu di saat kamu sulit” (HR. At Tirmidzi)



Ketika kita dalam keadaan sehat, senang, berkemudahan dan berkecukupan, kita harus gunakan dalam ketaatan kepada Allah. Laksanakan perintah-perintahNya. Terutama laksanakan ketauhidan dalam kehidupan. Bangun rasa butuh kita kepada Allah dalam hal apapun. Programkan dalam hati bahwa Allah ta’ala adalah satu-satunya harapan dia. Kita contoh para sahabat Rasulullah , ketika mereka dapati garam di dapur sudah habis, mereka minta ke Allah walau mereka bisa membelinya. Sikap mereka ini adalah bentuk praktek dari apa yang diajarkan oleh guru mereka, teladan mereka, dan teladan kita semua Rasulullah riwayat, At Tirmidzi

لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ حَتَّى يَسْأَلَهُ الْمِلْحَ وَحَتَّى يَسْأَلَهُ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ 

Kalau kita bangun keadaan ini semasa sehat, kita ulang-ulang terus, minta ke Allah, walau sesuatu itu remeh buat kita, ulang-ulang terus setiap hari setiap waktu. Maka ini cara yang terbaik untuk memprogram rasa butuh kita kepada Allah. Syaikh ‘Utsaimin menjelaskan hadith tersebut dalam Syarah Riyadhusshalihin:

يعني حتى الشيء اليسير لا تنس الاستعانة بالله عز وجل، حتى ولو أردت أن تتوضأ أو تصلى أو تذهب يميناً أو شمالاً أو تضع شيئاً فاستحضر أنك مستعين بالله عز وجل، وأنه لولا عون الله ما حصل لك هذا الشيء (شرح ياض الصالحين، 2/80)

“Yakni hingga perkara yang mudah, jangan lupa minta pertolongan kepada Allah azza wajalla. Walaupun kamu ingin berwudhu, atau shalat, atau pergi ke kanan atau ke kiri, meletakkan sesuatu, maka hadirkan bahwa kamu minta pertolongan kepada Allah azza wajalla, hadirkan dalam hatimu bahwa kamu tidak bisa melakukan itu semua tanpa pertolongan Allah”


Coba kita belajar dari orang yang latihan bela diri itu, kenapa setiap pukulan atau tendangan harus diulang-ulang terus setiap pertemuan? Tujuannya adalah untuk membentuk habit/kebiasaan, yang dari itu kemudian timbul yang namanya spontanitas/reflek. Supaya ketika fight, tarung di medan laga, tidak banyak mikir.  Sebab jurus-jurusnya sudah terprogram dalam gerakan-gerakannya yang sudah lama diulang. Begitulah kita programkan rasa butuh kita kepada Allah pada saat kita sehat. Dan tetap waspada, bahwa kemudahan, kesehatan, kecukupan, itu bisa membuat kita kurang butuh kepada Allah. Allah telah peringatkan

 كَلَّآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَيَطْغَىٰٓ ﴿٦﴾ أَن رَّءَاهُ ٱسْتَغْنَىٰٓ ﴿٧﴾ إ

Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena Dia melihat dirinya serba cukup. (QS Al-‘Alaq (96) : 6-7)

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ

Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa. (QS Fusilah 51)

Maka kita harus bermujahadah memaksimalkan ketaatan kita kepada Allah, rasa butuh kita kepada Allah di saat-saat mudah, sehat dan berkecukupan, maka yakinlah Allah pasti menolong kita di saat-saat sulit, yang tidak ada yang bisa memberikan pertolongan yang sempurnya kecuali Dia, Allah subahanah wata’ala. Baarokallah.

 

اللهم إنا نسألك الأمن والإيمان، والرزق والاستغناء عن الخلق يا رحمن، اكفنا بحلالك عن حرامك، واغننا بفضلك عن من سواك. اللهم وسع لنا في أرزاقنا، وبارك لنا فيما آتيتنا، واجعل ما آتيتنا عوناً لنا على طاعتك. آمين

 

Komentar